_____ Hari H yang dinanti akhirnya tiba juga. Malam itu, 24 Mei 2022 aku banyak menghabiskan waktu dengan ngobrol-ngobrol perpisahan dengan orang tua. Tak lupa, ada video call bareng dengan keluarga besar juga, berpamitan dengan mbah, sepupu, om-tante, dll. Malam itu aku sudah berusaha tidur lebih awal agar bisa bangun lebih awal, maklum pesawatnya dijadwalkan berangkat pukul setengah 7 pagi sehingga para penumpangnya diharapkan setidaknya check-in dari 2 jam sebelumnya, yakni setengah 5 pagi. Memang sih, jalanan Jakarta nggak macet kalau belum subuh, tapi kan tidak ada salahnya berangkat lebih awal, selain mengantisipasi keterlambatan, aku juga jadi bisa berfoto-foto dengan bapak dan ibu yang mengantar.
_____ Pukul 3 pagi, taksi yang dipesan bapak sudah tiba. Dalam kondisi jalan yang masih gelap gulita, kami punberangkat menuju bandara Soekarno-Hatta. Dan…. ya, meski jalanan sepi, bandara sama sekali nggak sepi karena sudah mulai banyak orang yang bersiap-siap berangkat, ada yang sedang check-in di antrian maskapainya maupun yang sedang membeli oleh-oleh di beberapa toko yang buka karena kebanyakan gerai, terutama restoran, tentu saja masih tutup. Hal yang pertama kali kulakukan adalah tentu saja mencari loket JAL untuk bersiap check-in. Jam masih menunjukkan pukul setengah 4 pagi, tapi orang-orang sudah mulai berbaris mengular di depan loketnya. Antrian cukup panjang karena ternyata yang akan menaiki JAL bukanlah mereka yang akan berangkat ke Jepang saja, tetapi juga mereka yang akan pergi ke Amerika Serikat karena harus transit di bandara Narita.
_____ Menyikapi antrian yang semakin mengular, sepertinya pihak maskapai menanggapinya dengan cepat dan mulai membuka layanan dari pukul 4 pagi. Saat check-in, aku mengeluarkan tiket resmi yang kuterima 2 hari sebelumnya dan menunjukkan bukti MySOS yang sudah hijau kepada petugasnya. Setelah menunjukkan dokumen, aku meletakkan kedua koperku ke atas timbangan dan tetap mencangklong tas ransel serta tas selempang. Bobot maksimal yang dibolehkan oleh JAL adalah 2×23 kg, yang berarti maksimal hanya boleh memasukkan 2 koper dengan masing masing berat maksimalnya 23 kg (lebih dari itu akan dikenakan tarif tambahan). Sempat khawatir sih karena pada malam harinya aku coba ukur bobot kedua koperku dan keduanya sudah berada di zona lampu kuning (22,3 kg dan 22,7 kg), tapi syukurlah, ternyata saat ditimbang di loket beratnya hanya 21,5 kg dan 22,1 kg (galatnya gede yah timbangan berat badan di rumah XD).
_____ Seusai check-in, aku masih punya waktu sekitar 30 menit untuk berfoto-foto, menghabiskan waktu bersama dengan keluarga sebelum berangkat. Sebenarnya boleh sih masuk ke ruang imigrasinya setelah jam 5 pagi, tapi karena untuk mencegah terjadinya masalah atau antrian panjang, kami sepakat untuk berpisah pada pukul 5 teng. Hingga tiba akhirnya pukul 5, kami pun berpisah di gerbang imigrasi. Ternyata banyak yah orang Jepang yang sepertinya akan “pulang kampung” di hari itu, karena sepanjang antrian banyak pemegang paspor merah. Aku pun masuk ke dalam dan melakukan pemeriksaan berkas serta barang bawaan, barang mencurigakan = NEGATIF!. Yeay, setelah lolos, aku pergi ke mushola yang ada di bawah imigrasi untuk sholat subuh. Mushola rupanya sudah ramai dengan banyak orang Indonesia yang sepertinya akan bekerja di Jepang. Selamat berjuang di negeri Sakura mas-mas dan mbak-mbak semua!
_____ Sambil menunggu gerbang untuk pesawat JAL dibuka, aku menunggu di bangku terdekat. Pada pukul 6 pagi, petugas maskapai telah datang di depan gerbang dan membacakan syarat masuk gerbang. Untuk memasuki pesawat terdapat pembagian urutan, seperti mulai dari kelas eksekutif, kelas bisnis, kelas ekonomi anggota, dan kelas ekonomi bebas (istilah permata-permatanya lupa ~). Aku merupakan golongan kelas ekonomi bebas (yaiyalah, wong dibeliin, bukan aku yang beli tiketnya), jadi aku harus menunggu hingga panggilan terakhir. Setelah giliran kelas terakhir dipanggil, barulah aku masuk ke dalam gerbang menuju dalam pesawat. Sesampainya di dalam, aku langsung diantarkan oleh pramugari yang ramah ke kursiku dan diberikan stiker penanda pesanan makanan (ya, aku memesan menu seafood untuk makanannya sebelum hari h keberangkatan).
_____ Yeay, sepertinya sesuai dugaanku, kursi sebelahku kosong, sehingga aku bisa agak “pencilaan” di kursi dengan lega tanpa menggaggu orang di sebelahku. Entah kenapa aku agak norak dengan filter penggelap kaca jendela karena ini pertama kalinya aku menaiki pesawat yang ada filter penggelap kacanya. Yah, nggak terlalu berguna juga sih sebenarnya karena hari itu agak gerimis pada pagi harinya, tapi mungkin nanti akan berguna saat sudah lepas landas dan berada di ketinggian ribuan meter. Seperti yang diharapkan dari maskapai bagus, layanan hiburan yang tersedia di kursi, baik film, lagu, bacaan, dan aplikasinya lumayan lengkap sehingga bisa mengurangi kejenuhan selama terbang (karena batre hape jelas tydack kuat kalau terus terusan main pokemon unite selama terbang).
_____ Selama perjalanan, aku menonton film-film yang disediakan oleh pihak maskapai seperti Tom & Jerry the movie (wah dubbing Bahasa Jepangnya sih kocak ini), The Confidenceman JP (ini yang ke berapa aku lupa, pokoknya yg di Malta aja), dan film anak-anak Jepang. Yah, jenuh juga kalo nonton terus, jadi sesekali aku mengganti layar ke pemutar lagu, posisi pesawat, atau main game yang ada di ponselku. Oh iya, kita juga bisa memesan minuman ke pramugari yang berlalu lalang, atau datengin aja orangnya jika mau. Gituu terus sampe jam makan siang tiba dan makananku tiba di kursiku. Oh iya, mereka-mereka yang memesan menu khusus dari jauh-jauh hari melalui website JAL nya akan mendapatkan makanannya terlebih dahulu sedangkan yang tidak memesan menu khusus diberikan kemudian setelah sekitar 15-20 menit. Taraaa~ makanannya enak lho, walaupun porsinya nggak sejumbo porsi mahasiswa, tapi ini sudah terbilang cukup sih dan nggak bikin kenyang bego wkwk.
_____ Selama perjalanan, aku sempat agak takut karena kondisi cuaca gerimis saat berangkat, dan di tengah perjalanan saat peta menunjukkan pesawat sedang melewati Filipina, pesawat terguncang hebat karena memasuki awan kelabu yang tebal (dan lampu sempat mati pula). Turbulensi hebat berlangsung selama hampir 30 menit, tapi syukurlah semua berakhir aman dan nyaman tanpa gangguan ataupun penumpang yang cedera. Setelah itu, langit terlihat biru cerah, nyaris tanpa awan. Silau men, dan hampir semua penumpang menyalakan filter penggelap jendelanya ke level maksimum. Beberapa penumpang yang masih ingin memandangi langit, termasuk aku, juga menyalakan filternya sebagian untuk menghormati mereka yang ingin beristirahat maupun yang tidak kuat silau.
_____ Pukul 3 sore waktu setempat, sudah mulai masuk ke wilayah perairan Jepang. Aku sudah tak sabar untuk segera mendarat dan melepas rasa rindu dengan bandara yang paling fenomenal di Jepang untuk versiku, apalagi kalau bukan Bandara Narita yang menyimpan banyak cerita (baca: Fumidasou! 72). Syukur syukur bisa ketemu kakek petugas yang nggak melubangi kartuku di imigrasi hehe. Pemandangan sawah di Prefektur Chiba sudah mulai tampak jelas dari jendela pesawat, terlebih cuaca di Jepang saat itu benar benar cerah ceria. Tak lama kemudian akhirnya aku sampai juga di Bandara Narita dengan aman dan selamat. Aku ingin berteriak “Kakek petugas… aku udah melunasi janjiku ya. Aku ingin belah kartu yang lama di depan kakek sebagai tanda aku udah sampai lagi ke Jepang !”
_____ Keluar dari pesawat, karena sedang masa pandemi, aku nggak bisa bergerak bebas dan foto foto sambil berjalan menuju pintu keluar. Aku harus berjalan mengkuti arah tanda panah dalam pengawasan yang cukup ketat dan saat mengambil peralatan untuk uji air liur dari stand yang tersedia, aku disapa oleh seseorang yang tak lain tak bukan adalah salah satu penerima beasiswa MEXT juga, yaitu mbak Ima yang akan melanjutkan studi ke Geidai (alias Tokyo University of The Arts). Itu adalah kali pertama aku bertatatp muka langsung dengan penerima beasiswa MEXT lainnya (di luar mas Y dan mas I melalui video call). Aku belum pernah bertemu dengan mbak Ima secara privat sebelumnya (mungkin pernah melihat ya pas menghadiri seminar dari kedutaan), tapi katanya mbak Ima ingat dengan penampilanku. Pos pertama adalah pos pengecekan paspor dan pengambilan perlengkapan uji air liur. Setelah ngobrol dikit, baru lanjut lagi berjalan ke pos setelahnya.
_____ Pos setelahnya adalah pengecekan MySOS, wawancara, dan penerimaan nomor uji air liur. Aku mendapat nomor 71 (bukan sebuah urutan). Setelah mendapatkan nomor, barulah aku pergi ke “saliva booth” dan meludah sampai garis batas minimum pada tabung yang telah ditentukan. Setelah meludah dan menutup tabungnya, aku menyerahkan tabungnya kepada petugas berwajib untuk diperiksa positif-negatifnya. Aku harus menunggu dalam kondisi lelah dan super duper khawatir karena hasil uji ini menentukan status karantinaku. 1 per 1 orang dipanggil untuk menuju pos berikutnya, yaitu pos mengambil hasil. Awalnya aku cukup tenang karena merasa “ah ga mungkin lah yang 1 pesawat sama aku yg dipanggil duluan, tadi kan ada yg dateng duluan”, tapi lama-lama perasaan tenang itu berubah jadi cemas dan panik karena aku belum kunjung dipanggil juga padahal sudah 30 menit menunggu, bahkan mbak Ima dan penumpang lainnya yang 1 pesawat denganku sudah dipanggil. “Duh… aku kapan sih dipanggilnya, udah sisa 5 orang lagi nih. Bahkan itu penumpang pesawat yang baru datang udah mau masuk sampe sini” pikirku panik.
____ Hampir 45 menit menunggu, akhirnya nomorku terpanggil juga. Dengan keringat dingin aku berjalan maju menuju pos selanjutnya, 陰性か陽性かわかんない~. Sampai pos selanjutnya, aku menerima kartu yang diberi cap 陰性, alias NEGATIF… Yeay. Senangnya, akhirnya aku bisa karantina dengan wajar dan bisa melanjutkan perjalananku keluar bandara dengan tenang. Langsung saja, tancap gas ke ruang imigrasi. Di sana, aku mengisi form untuk mendapatkan izin kerja paruh waktu (bisa juga sih bikin izinnya nanti di kantor imigrasi yang ada di tiap prefektur kayak Fumidasou! 49, tapi aku pengen yang instan aja biar sekalian). Setelah mengisi berkas dan menyerahkannya kepada petugas, petugas mengkonfirmasi identitasku untuk diisi ke kartu izin tinggal alias zairyu card. Untunglah semua berjalan lancar, tidak ada masalah di identitas maupun izin kerja sehingga pas stempel izin kerja tertancap di kartu, hatiku merasa sangat lega. Yuuhuu, siap berburu kerja sambilan nih nanti~
Sempet Panik lur…. Kenapa aku termasuk salah 1 yang terakhir keluar :(. Tapi untungnya NEGATI~~~F 🙂
_____ Keluar dari ruang imigrasi, aku menuruni eskalator menuju tempat pengambilan barang bawaan. Kucari lapak conveyor belt nya milik JAL dan aha…. koperku sudah ada yang menurukan. Sepertinya karena saking lamanya aku menunggu hasil PCR di dalam sampai semua orang sudah mengambil kopernya, petugas bandara menurunkan sisa koper dari conveyor belt. Saat mendorong koper, anjing dari petugas yang berkeliling mengitari diriku dan koperku, terlihat seakan mencari sesuatu. “Waduh, kenapa niih, aku kan ga bawa narkoba atau barang berbahaya lainnya. Masa iya abon sapi dan teri kacang dicurigai?” pikirku. Untunglah, sang anjing tidak menggonggong dan kemudian petugasnya pun mengucapkan permisi sambil berlalu. 1 gerbang lagi, saat keluar dari ruang pengambilan barang pun aku diminta untuk membuka tas ranselku oleh petugas. Petugas memegang kaleng dan toples yang kubawa, tapi aku jujur saja kalau itu isinya kopi, abon, dan teri kacang. Alat-alat yang ada pun tidak mendeteksi adanya hal yang mencurigakan dan karena aku pun tidak berbohong sama sekali, petugas pun mengizinkanku meninggalkan gerbang terakhir. Yeaaay, halo Narita ~~~
_____ PR selanjutnya adalah menunggu dan bertemu orang yang diutus oleh pihak kampus. Kulihat mbak Ima sudah menunggu di sebelah kanan pintu keluar. Aku menanyakan apakah ia melilhat orang yang mengenakan atribut Tohoku University ataupun mengatakan sesuatu tentang Tohoku University dan jawabannya adalah 全然, sama sekali tidak. “Hmmm.. belum datang kali ya” pikirku, sambil minta izin ke mbak Ima untuk nitip tas karena aku perlu ke toilet. Untunglah aku masih ingat dimana toilet dan musholla karena tata letaknya masih persis sama dengan kali pertama aku ke Jepang. Sekembalinya dari toilet, gantian mbak Ima yang ke toilet dan aku menjaga barang-barangnya, namun sang utusan dari Tohoku belum kunjung datang juga hingga mbak Ima kembali. “Ya sudahlah, mari kita duduk-duduk di kursi dekat marka TOHOKU UNIV itu aja mbak sambil ngobrol, siapa tau nanti datang” kataku ke mbak Ima.
_____ Selang 15 menit, petugasnya tak kunjung datang. Heran juga karena sudah melebihi batas waktu yang dijadwalkan kampus, apalagi mengingat stereotype orang Jepang kan anti telat, apalagi selama ini. Aku kemudian bertanya kepada pria paruh baya yang duduk di belakangku, barangkali ia sempat bertemu dengan utusan dari kampus karena kulihat bapak tersebut masih menunggu di tempat yang sama sejak aku keluar gerbang. Eh, rupanya bapak tersebut adalah staff bandara Narita yang diutus kampus untuk memanduku sampai bis menuju hotel. “Oh, jadi kamu toh mahasiswa Tohokunya, Saya pikir kamu orang Thailand atau Vietnam gitu karena mereka hari ini dateng juga, tapi malam” katanya. “Yeeh si bapak bisa aja. Yakali penerbangannya meleset sekian jaug waktunya.” jawabku.
Duduk saling membelakangi kayak lagunya The Virgin, saling menunggu tapi tak saling tahu 😦
Pikirku
_____ “Mas, sambil nunggu bisnya 30 menit lagi, ngobrol aja dulu di sini” katanya. Si bapak langsung ngajak ngomong dalam Bahasa Jepang tanpa pakai malu-malu. Gak disangka, si bapak aktif banget ngajak ngobrolnya, mulai dari ngobrolin tentang kenapa aku baru datang ke Jepang akhir Mei, masalah merk vaksin dan dosis yang diakui Jepang, rasa sebalnya kenapa Jepang susah banget buka border dan ribet soal vaksin (sampai bawa bawa kejelekan politik dan pemerintahnya bahkan), dan hal-hal sulit lainnya. Aku sendiri kaget, ternyata ada loh orang Jepang mau sebegitunya membuka mulut, mengumbar aib negara sendiri di tempat ramai, sama orang asing yang baru ditemuinya lagi karena pada umumnya orang Jepang cenderung basa-basi di awal pertemuan dan menghindari topik sensitif macam politik. Tapi ya sudahlah, aku ikut aja kek ngobrolnya, seru banget niih obrolan ala pos ronda atau warung kopinya wkwk. Maaf ya mbak Ima, jadi malah nungguin bisnya di tempat lain.
_____ Setelah 30 menit ngobrolin hal-hal yang “panas” bapak tersebut mengantarku ke halte bis. Sesampainya di halte, aku melambaikan tangan ke mbak Ima yang sedang mencari-cari haltenya di seberang sana. Sambil menunggu bis, bapak tersebut tetap mengajakku mengobrol meskipun topiknya berubah, dari politik jadi “jangan-jangan kamu reinkarnasi dari orang Jepang ya kok kosakata dan nada bicaranya dapet banget padahal baru belajar?”. “Ya nggak lah pak, yakali begitu” jawabku sambil ketawa. Tak lama kemudian, bis hotel pun tiba dan bapak tersebut membantuku dan mbak Ima memasukkan koper ke bagasi bis. Daa~ Bandara Narita, kau memang selalu unik dan penuh misteri ya ~. Nah, itu dia perjalanan keduaku menuju Negeri Sakura. Benar-benar sebuah nostalgia dengan bandara yang penuh keajaiban tersebut. Selanjutnya, gimana nih saat di hotel karantina? Mari baca postingan selanjutnya…
つづく~~>
Leave a Reply