_____ Kegiatan yang paling akademik yang kujalani sebelum berangkat ke Jepang adalah salah satunya menghadiri seminar departemen. Yah, walaupun aku hadirnya online sih sedangkan hadirin yang lain datang ke lokasi. Seminarnya dimulai dari pukul 9 pagi waktu Jepang, yang berarti pukul 7 pagi WIB. Kepagian? emang… tapi tetep harus melek dan semangat 45 dong, kan biar dapet ilmu baru (baik sains maupun Bahasa Jepangnya). Layaknya acara resmi apda umumnya, seminar dibuka dengan sambutan dekan dan wakil dekan, kemudian diserahkan kepada pembawa acara. Para peserta tampak siap untuk menyampaikan hasil penelitiannya dalam pakaian hitam putih formal tipikal orang Jepang nyari kerja, alias 就活, shūkatsu.
_____ Nah, akhirnya lanjut ke mahasiswa dari lab sebelah-sebelahnya. Sebenarnya sensei minta aku nonton yang lab kita aja, tapi berhubung udah kepalang penasaran (dan aku juga rada gabut hari itu), jadi lanjut nonton aja terus. Setelah orang ke 15 presentasi dan jam sudah menunjukkan pukul 2 siang WIB, ada jeda istirahat yang panjang sekitar 30 menit. Setelahnya, yang akan presentasi adalah mahasiswa doktoral yang diawali dengan kak B. Wah, pengen banget lihat presentasinya kak B karena penelitiannya keren banget. Kak B menjelaskan isi presentasinya dalam Bahasa Inggris, baik slide maupun penyampaiannya. Meski demikian, presentasinya cukup mudah dimengerti baik bagi orang asing maupun orang Jepang, bahkan orang yang itungannya cukup sangat amat pemula sepertiku pun masih bisa ngeh. Salut deh ~
_____ Setelah presentasi kak B selesai,aku meninggalkan ruangan (yang seharusnya sudah dibolehkan dan dilakukan sejak awal tadi). Kuucapkan selamat kepada kak B yang sudah menyampaikan presentasinya dengan sangat baik dan kutulis email terima kasih kepada asisten prof yang sudah mengundangku untuk menghadiri acara tersebut. Walaupun aku masih merasa sangat buram dengan apa yang dilakukan dalam eksperimen mereka dan masih belum menemukan ide untuk melakukan eksperimen apa ke depannya, aku merasa ini adalah salah satu dari langkah kecil yang bisa kulakukan untuk lebih memahami dunia analisis pangan. Salah satu hal yang kurasa perbedaannya cukup mencolok dari peneliltian di Indonesia dan penelitian di Jepang adalah tingkat kedalaman penelitiannya. Penelitian di Jepang, setidaknya untuk departemenku, dilakukan dengan sangat dalam dan terperinci, bahkan mungkin saja menghabiskan dana yang tidak sedikit, apalagi yang banyak menjadi “objek mainan” adalah benda benda yang renik. Maka dari itu, aku harus memanfaatkan kesempatan belajar di Jepang ini untuk menggali ilmu lebih dalam, terutama untuk hal-hal yang mungkin saja agak sulit atau mahal jika dilakukan di Indonesia.
_____ Beberapa hari seusai presentasi, pihak fakultas mengabariku terkait skenario status kemahasiswaan saat aku datang ke Jepang nanti. Pihak fakultas ingin memastikan status kemahasiswaanku, apakah ketika aku masuk nanti menjadi mahasiswa kelas Bahasa Jepang (1), menjadi mahasiswa riset atau research student (2), ataukah langsung nyebur menjadi mahasiswa S2 (3). Tentu saja, hal yang paling umum didengar saat ada melanjutkan studi di negeri sakura adalah menjalani skenario 2, yaitu menjadi mahasiswa riset terlebih dahulu karena untuk memberi pemanasan terhadap iklim kehidupan dan akademik Jepang sekaligus ramah-tamah dengan seisi lab, dan mungkin juga belajar Bahasa Jepang. Beberapa orang juga ada yang langsung melanjutkan ke jenjang master atau doktoralnya tanpa melewati masa mahasiswa riset. Sedangkan mahasiswa kelas Bahasa Jepang, oh itu kasus yang terbilang jarang, apalagi jika sang sensei agak “kebelet” ingin mahasiswanya memulai penelitian.
_____ Menerima pertanyaan semacam itu dari pihak fakultas membuatku bertanya-tanya, “hah emang bisa milih ya, bukannya kemarin udah ditulis dan di ttd sama sensei kalau aku akan mulai dengan skenario 2 di LoPA?”. Maka dari itu kuklarifikasi lagi dengan sensei terkait statusku dan beliau menjawab dengan ringan ,”Saya sih enaknya kamu aja gimana. Kalau udah “kebelet” lulus ambilnya langsung yang S2. Kalau pengen jalur biasa ambil dari research student. Kalau pengen tinggal lamaan di Jepang dan pengen memperlancar Bahasa Jepangnya, ambil skenario 1″. Lho, awalnya kukira beliau akan memutuskan, tapi rupanya beliau memberikan opsi kembali. Aku pun menjawab, “Saya sih inginnya dari kelas Bahasa Jepang, selain bisa belajar bahasa lebih dalam, saya juga bisa lebih mengenal lab dan beradaptasi dengan lingkungannya.” Beliau akhirnya memberikan respon yang bisa diibaratkan ,”ashiaap, setuju gan”. Aku merasa senang sekali dengan respon beliau yang benar-benar terbuka. Terima kasih, sensei.
_____ Setelah mendapatkan restu dari beliau, aku menanyakan perkara status ini kepada pihak kedutaan terkait pembiayaan dari pihak MEXT. Kan tidak lucu kalau misalnya mengambil status belajar yang lebih lama tapi pendanaannya dikurangi atau dipotong masanya, tapi menurut jawaban pihak kedutaan, aku tetap akan diperlakukan layaknya mahasiswa riset selama menjadi mahasiswa kelas bahasa. Setelah mendapatkan informasi yang cukup jelas, aku mengabari pihak fakultas bahwa aku akan mengambil skenario 1, yaitu dimulai dari kelas bahasa. Pihak fakultaspun mengiyakan dan menjabarkan rinciannya bahwa per April 2022 hingga September 2022, aku akan menjadi mahasiswa kelas bahasa yang memang tujuannya belajar Bahasa Jepang tok, kemudian Oktober 2022 hingga Maret 2023 aku akan melanjutkan ke status mahasiswa riset dimana aku menjadi “anak bawang” dan mulai belajar seputar ranah keilmuanku di lab. Lalu, mulai April 2023 hingga April 2025, aku akan menjadi mahasiswa S2 JIKA LULUS UJIAN MASUK dan tentu saja, di masa itu riset dan perkuliahannya sudah harus jalan.
_____ Waitttt….. UJIAN MASUK? Ya, selain mahasiswa yang mendapat “gelar kehormatan” untuk langsung ke jenjang pendidikan selanjutnya, mahasiswa yang memulai dari masa riset dan kelas bahasa diwajibkan mengikuti ujian masuk karena statusnya memang bukanlah mahasiswa S2 atau S3, alias masih semu. Perjalanan memang masih panjang, tapi ku tidak boleh patah arang hanya karena hal tersebut. Justru, jalan panjang ini harus dimanfaatkan sebaik mungkin, mulai dari menabung lebih banyak (ya, kalo dari status kelas bahasa udah mulai dapet uang saku loh), berlatih Bahasa Jepang lebih getol karena tidak diganggu dengan perihal akademik dari jurusannya, dan tentu saja menjalin relasi yang lebih luas baik dengan orang Indonesia, Jepang, maupun negara lainnya.
Jadi ilmuwan, hartawan, bahkan pahlawan sekalipun tentu perlu menjalani jalan yang panjang dan tak jarang menapaki langkah yang terjal. Kalau mau langsung instan dan dadakan, ya jadi tahu bulat aja!
つづく~
Leave a Reply