_____ Aroma belerang yang menyeruak sudah mulai berkurang seiring kami berjalan menjauhi pusat kawah. Kami berjalan menjauhi kawah dan mendaki puncak dari puncak kawah ijen yang diselimuti pasir itu. Tentunya ada alasan tersendiri kenapa kami naik ke puncaknya lebih lanjut padahal belum menjelajahi bagian kawahnya. Hal itu dikarenakan kami sudah diwanti-wanti oleh pak supir kalau di puncak jangan kelamaan, apalagi di bagian pusat kawahnya karena saat agak siangan asapnya akan menjadi sangat tebal dan tentu saja berbahaya. Makanya, kami segera naik ke atas menuju puncak pada pukul 4 pagi. Di waktu sepagi itu, rupanya sudah mulai tampak sinar matahari berwarna keunguan dari dataran pasir. Semakin kami berjalan ke atas, semakin kami bisa melihat langit yang mulai menerang, berbalut dengan asap asap dari kawah. Untuk mendakinya emmang agak Pe Er karena jalanannya benar-benar tertutup pasir sehingga agak licin dan bisa membuat kita terperosok ke bawah kalau tidak memakai sepatu yang cocok.

_____ Saat sampai di puncak dari puncak Kawah Ijen, barulah kami bisa melihat pemandangan seperti yang ditampilkan di iklan-iklan pariwisata Wonderful Indonesia. Tentu saja kami tidak melewatkan kesempatan ini untuk berfoto mumpung masih sepi. Sepertinya orang-orang tidak tahu kalau keindahan tempat ini tak hanya ada pada api biru dan danau belerangnya saja, tapi juga pemandangan dari langitnya yang bagaikan negeri di atas awan. Untunglah saat di puncak tidak begitu banyak orang sehingga kami bisa berfoto dengan leluasa. Warna ungunya itu lho, benar benar indah banget, apalagi bercampur pink dan biru dari langit yang mulai terang. Di sisi sebaliknya, mentari sudah terlihat akan terbit sebentar lagi. Buatku, ini adalah pemandangan terindah selama aku berwisata di Indonesia karena tidak pernah menemukan tempat seindah ini, apalagi Ijen sebenarnya masih tergolong belum terlalu populer jika dibandingkan dengan Bromo sehingga untuk postingan Instagram, hmmm.. boleh lah yaa~
Kombinasi warna langit dengan asap dari kawahnya benar benar super duper indah (source: personal snapshot)
_____ Saat fajar sudah mulai menyingsing, itulah pertanda bahwa waktu subuh telah tiba, kurang lebih sama dengan yang ditampilkan di aplikasi jadwal sholat di layar HP. Maka dari itu, lebih baik sholat dulu saja selagi belum terlalu ramai, toh aku juga bisa membiarkan mereka berfoto-foto di sekitar. Seusai sholat, kami mencari spot berfoto yang bagus, yaitu menghadap barat dimana langit berwarna keunguan masih ada dan belum berganti dengan langit biru. Pemandangan yang bagus ini membuat kami terlupa kalau ini masih belum pukul 5 pagi, namun karena berada di puncak gunung tentu semuanya tampak beda. Kami langsung mencari bule lain yang sekiranya bisa ditolong untuk mengambilkan foto agar kami bisa tukaran minta diambilkan. Ya, kami meminta kelompok remaja yang untuk dimintai tolong saling memotret. Untungnya mereka setuju untuk melakukannya dan kami pun jadi saling mengenal. Rupanya mereka turis asal Kanada, wiih jauh jauh datang ke Indonesia untuk mengelilingi berbagai tempat ya dan bukan hanya ke Bali saja, mantapss.
_____ Seusai dipotret dan memotret, kami mengucapkan terima kasih dan berlalu. Mereka rupanya menuju ujung dari puncak yang jalannya lumayan sempit untuk dilalui, bahkan untuk 1 orang (sepertinya mereka emang petualang sejati deh). Kami pun pergi ke arah sebaliknya, yaitu menghadap timur, tempat mentari menampakkan wujudnya. Pemandangan dari gunung setinggi hampir 2800 mdpl ini memang luar biasa karena kami bagaikan berada di atas awan. Tak hanya itu, kami juga bisa melihat deretan gunung gunung lainnya dari tempat ini. Untuk warga negara +81 seperti Kento dan Riki, tentu mereka sangat takjub melihat pemandangan seindah ini. Tak disangkal lagi, mereka mengabadikan foto mentari terbit dan foto-foto bersama mentari terbit untuk ditunjukkan ke teman-temannya di negeri matahari terbit nanti. Mungkin, di Jepang sendiri pemandangan seindah ini hanya bisa ditemui di gunung gunung yang menjulang tinggi menembus awan seperti Gunung Fuji.

_____ Setelah cukup terang, yaitu hampir jam 5 pagi, barulah kami mencoba untuk mengeksplor daerah sekitar. Rupanya memang tempat itu cukup berbahaya jika tidak berhati hati karena seluruhnya tertutup oleh batuan, jadi kalau jatuh terpeleset pastinya lumayan sakit dibandingkan kalau jatuh di tanah. Tak hanya itu, batuannya pun tak rata, penuh sudut sudut tajam dan permukaannya bergelombang, jadi memang butuh kewaspadaan ekstra saat berjalan. Ekosistem di sini rata rata didominasi oleh tumbuhan jenis shrub dan lumut meski dijumpai beberapa pepohonan. Tumbuh-tumbuhan tersebut tentunya adalah tumbuhan yang mampu bertahan di kondisi dingin dan kering serta tahan dengan kondisi asam dari asap belerang yang selalu terhembus seperti wedus gembel. Karena sudah semakin terang, mari kita pergi ke ujung dari jalan berbatu ini ke tempat yang tadi dilewati oleh bule-bule Kanada.
_____ Sesampainya di ujung jalan berbatu, kami menemukan semacam “altar” untuk meletakkan sesajen milik masyarakat setempat. Mungkin masyarakat yang tinggal di daerah sini mirip dengan suku Tengger di Bromo yang rutin memberikan sesajen ke kawah gunung. Karena tak ingin mengganggu altar dan set sajennya, maka kami hanya berfoto-foto sebentar disana kemudian kembali lagi ke dataran berbatu. Rasanya puas dan senang sekali melihat pemandangan dari puncak, belum lagi pemandangan yang terbentang benar benar indah. Jadi ingin lagi kapan-kapan kesana dengan teman-teman lainnya. Setelah mentari semakin menjadi sepenggalahan naik, kami memutuskan untuk kembali pulang dengan menuruni gunung. Memang, jam masih menunjukkan pukul 05.15, tapi karena sudah diwanti-wanti demikian dan mereka berdua taat dengan aturan, maka kamipun berjalan menuruni puncak pada pukul 05.30. Daa~ Daa~ puncak Kawah Ijen.
Riki & kawah terasam di bumi (source: personal snapshot)
_____ Pemandangan saat akan menuju jalan pulang pun rupanya tak kalah elok. Karena sudah terang, kami jadi bisa melihat hutan di bawah kami. Tak hanya itu, kami pun bisa menurunkan sedikit kewaspadaan karena jalannya sudah terang sehingga risiko untuk tersasar atau terjatuh lebih rendah. Meski demikian, kami tidak boleh lengah karena kalau jalannya menurun, otomatis kami juga memiliki peluang untuk terdorong dan tersandung ke bawah. Maka dari itu, perhatikan langkah masing-masing adalah jalan terbaik yang aman dan nyaman. Di tengah perjalanan turun, kami mampir sebentar di warung yang ada di tengah jalan turun untuk buang air kecil karena toilet umum yang ada di dataran pasir di atas belum dibuka. Sambil menunggu giliran masing-masing untuk buang air kecil, aku membeli air minum untuk kami bertiga. Jelas saja, mendaki gunung sejauh itu tentu menguras tenaga kami meski kami tidak berkeringat. Waktunya istirahat sejenak dulu kawan…
_____ Akhirnya kami tiba di kaki gunung pada pukul 06.15, hampir 1 jam perjalanan. Pak supir tampaknya sudah menunggu kami di warung yang ada di depan mobil sambil merokok. Pak supir pun bilang, “gimana, bagus toh mas pemandangannya? Kayaknya seneng banget nih sampe lama-lama di atas, sampe jaketnya bau belerang”. Aku pun menjawab sambil agak sedikit panik, “Iya kah pak? ff… ff… eh iya bau belerang banget. Waduh ini nyuicinya gmn ntar…”. Bapaknya pun menjawab kalau bau belerangnya akan hilang dalam 2-3x pencucian, jadi tidak masalah. Setelah senda gurau pembukaan, kami langsung masuk ke dalam mobil dan segera berangkat menuju penginapan. Kento dan Riki kusuruh tidur saja kalau seandainya kelelahan untuk menyimpan tenaga sampai petualangan selanjutnya. Aku pun juga ingin tidur selama perjalanan menuju penginapan, tapi tak bisa karena penasaran ingin melihat-lihat banyuwangi saat pagi, telebih hari itu adalah hari pemilu, pastinya akan banyak orang yang sedang coblos mencoblos calon presiden pilihannya.
_____ Sesampainya di penginapan, kami segera masuk kamar, mandi dan beristirahat. Pak supir tentu saja menunggu kami di luar hingga zuhur nanti untuk mengantar kami ke tempat selanjutnya. Pagi itu memang benar benar menyenangkan meskipun menguras tenaga dan membawa bau belerang ke sekujur tubuh. Setelah mandi, kami semua tidur hingga waktu zuhur tiba. Setelah waktu zuhur tiba, aku segera sholat zuhur lalu membangunkan mereka untuk makan siang. Untunglah di sebelah penginapan ada warteg yang bisa menjadi tempat kami untuk makan. Dengan hanya merogoh kocek sebesar 100 yen alias 13.000 rupiah, kami bisa makan dengan kenyang dan cukup enak. Menunya tentu yang ala warteg saja, seperti orek tempe, telur kecap, sayur tumis, sambal, ayam goreng, dll. Ibu warteg pun rupanya kaget kalau ternyata 2 orang yang makan siang bersamaku adalah orang Jepang, hahaha. Setelah makan, kami langsung bersiap siap untuk berangkat ke tujuan selanjutnya.
Nah, tempat bersejarah sudah, gunung sudah. Selanjutnya kita kemana nih??? Mari baca di postingan selanjutnya.
つづく~~>
Leave a Reply