Tiga Pemuda Keliling Jawa 1 – Landas

Baca dalam Bahasa Inggris: https://aldteliers.wordpress.com/2020/10/01/the-great-tour-de-java-1-arrival/

26 September, tanggal dimana aku pertama kali melangkahkan kaki ke negeri sakura. Rasanya walaupun sudah berlalu selama 2 tahun, tapi samar-samar anginnya masih berhembus di daun telingaku seraya berbisik “kapan kesini lagi?”. Yah rasanya aku belum bisa move on dari petualangan soloku disana, meskipun aku sudah bukan lagi mahasiswa yang gemar berpetualang. Meski begitu, rasanya belum sip kalo aku belum menulis pengalaman yang terakhirku bersama teman-teman Jepangku.

April 2019, masih sangat kuingat tanggal petualangan itu bermula. Saat itu merupakan hari Senin, dimana aku sebenarnya sudah selesai sidang dan revisi skripsinya sehingga hanya tinggal menunggu wisuda bulan Juni. Saat itu, masih terasa sekali aroma Tsukuba karena belum lama aku meninggalkan kota itu. Sambil mengisi waktu luang, aku ikut membantu penelitian temanku. Hingga hari itu, tanggal 1 April 2019, temanku Kento & Riki dari Universitas Tsukuba menghubungiku dan bilang kalau mereka akan ke Indonesia selama beberapa hari sambil mengisi waktu liburnya.

Ya, Kento dan Riki saat itu memang sedang tidak di Jepang karena sedang mengikuti AIMS di Universiti Teknologi Malaysia (UTM), Johor Bahru, Malaysia. Berhubung ada libur UTS (gitu sih katanya “-“), mereka akan berkeliling negara ASEAN selama bulan April, mulai dari Indonesia, Thailand, Kamboja, Vietnam, Filipina, dan balik lagi ke Malaysia. Dasar…. Namanya juga orang Jepang, dari negara maju ke negara “berflower” sih bukan perkara rumit dan mahal, paspornya paspor terkuat, belum lagi kurs mata uangnya lumayan tinggi kalau ditukarkan ke negara-negara ini. Bahkan kayaknya gajian part-time sebulan-dua bulan juga bisa keliling ini sih :P.

“Wiihhh, kapan nih ke Indonesianya? Ke Jakarta kan, bukan ke Bali, Lombok, atau tempat tempat hitz lainnya yang jauh dari lingkup Jabodetabek?” Tanyaku dalam Bahasa Jepang. “Wah kita belum tau sih mau kemana, tapi rencananya mau ke Indonesia 10 harian gitu” balas mereka. Wokeeh, langsung saja aku browsing tempat tempat yang unik dan masih bisa dijangkau dengan kendaraan umum (karena aku gamau pake mobil jalan jalannya).

Keesokan harinya, aku mengabari mereka kalau aku telah menemukan beberapa tempat menarik untuk dikunjungi di pulau Jawa. Ya, kuarahkan mereka di pulau Jawa aja, karena selain aksesnya gampang, bahasa masih bisa cincai lah, makanannya udah tau rupanya, plus harganya juga jelas mahal dan murahnya. Kukirimkan rincian perjalanan dan budgetnya ke mereka sambil berkata, “tenang, walaupun kita ke beberapa tempat yang jauh jauhan gini, tapi tetep ga bikin sakurata kok, alias kantong bolong. “Gue tau kalian masi mahasiswa juga, maunya yg irit irit sama kayak gue wkwk” kataku. “Oh coba deh kita liat dulu, kayaknya sih muantap muantap nih tempat” katanya. Aku pun menambahkan,” Ntar transportasi dan penginapannya gue book dulu, bayarnya ntar ajah belakangan”. ASHIAAP

Menunggu pesawat siap lepas lnadas (source: Nakagawa Kento’s Collection)

2,3,4,….10 April 2020, hari H yang dinantikan telah datang. Rencananya mereka akan tiba di bandara Soetta pukul 11. Sehari sebelumnya aku mengajak Fedi, temanku yang berasal dari Binus untuk ikut juga menjemput dan menemani mereka. Karena kita berencana akan bertemu langsung di bandara aja di hari H nya, maka aku naik bis ke bandara sedangkan Fedi membawa mobilnya (mobil cicinya sih). Aku tiba di bandara pukul 10.00, sedangkan Fedi datang tak lama setelah itu. Kami menunggu di terminal 2, hingga pesawat Air Asia yang mereka tumpangi datang. Akhirnya, pukul 11 lewat 1 menit, pesawat pun tiba di terminal 2 A bandara Soetta. Yeeey, saatnya menunggu mereka keluar dari lorong imigrasi. Sekitar 10 menit berlalu, dan mereka sudah berjalan keluar dari pintu imigrasi, dengan hanya membawa sebuah ransel dan goodie bag.

Pesawat telah mendarat di Bandara Soekarno Hatta (source: Nakagawa Kento’s Collection)

HAH? ciyus 1 doang, emang cukup 10 hari sedangkan kita bakal manjat gunung, turun ke pantai, dll?.

Setelahnya kita ber-4 bertegur sapa, melepas kangen (ceilah, baru 2 bulanan juga ga ketemu), dan sedikit mengobrol. Mereka tampak ingin menukar uangnya ke dalam rupiah dan membeli SIM card untuk di Indonesia, tetapi aku menyarankan mereka untuk menukar uang aja karena beli SIM card akan jauh lebih murah di gerai layanan internet daripada di bandara. Akhirnya kami mendatangi loket penukaran uang yang terletak tak jauh dari tempat kami berdiri. Waw, reaksi yang sungguh luar biasa, mas mas dan mbak mbak penjaga loket (ada 2 loket) saling mengayunkan tangannya laksana merayu mereka layaknya kucing mainan yang biasa dipajang di toko toko. Yaudah karena ada 2 loket, kusuruh mereka berdua menukarkan di masing masing loket, toh angka kursnya juga nggak beda. Btw, kenapa mereka doang yah yg di dadah-dadahin, aku sama Fedi kok enggak siih, wahai mas dan mbak penjaga :V

Kwetiaw goreng pesanan Kento (source: Kento Nakagawa’s Collection)

Oke, duit kelar, saatnya urusan penyambung hidup manusia yang disebut MAKAN. Kami pun langsung menuju terminal kalayang bandara untuk pergi ke terminal 3. Wiih, mereka mulai norak kalau ternyata di Indonesia ada yg beginian, kereta penghubung antara bandara yang 1 dengan yang lainnya, maklum di Jepang nggak ada, bandara Narita 1 sama Narita 2 terpisah oleh jalan raya dan ga ada kereta, tapi kalau kereta dari Tokyo ke bandara Narita sih ada. Sesampainya di terminal 3, kita langsung menuju lantai teratas, ya area tempat makan. Disanalah kami bingung karena saking banyaknya tempat makan dan kita (aku dan fedi) nggak ngerti ni anak 2 seleranya makan yang kayak gimana. Lantas, kita tanyakan ke mereka ber-2, “Cuy, kalian mau makan yang mana, kita sih sabeb”. “E~to~ apa yah, aku pengen nyoba makanan Indonesia gitu” kata Kento. “Makanan Indonesia kayaknya boleh juga, mumpung lagi disini” lanjut Riki. Alhasil, kita langsung menuju SOLARIA, tempat yang sepertinya paling meyakinkan rasanya di bandara untuk menu makanan Indonesia. Di sana, Kento memesan kwetiaw goreng, sedangkan Riki memesan nasi goreng (et dah, makanan yang umum banget :V), sedangkan aku memesan ayam lada hitam (ga Indonesia banget yah ^-^””) dan Fedi memesan mie ayam katsu (sama aja…..).

“お腹いっぱいな~ (Onaka ippaina~)” kata mereka ber-2, yang berarti perutku kenyang. Ya, porsinya cukup banyak sih untuk ukuran makanan di bandara, tapi Worth It! lah ya, membuat kesan pertama mereka di Indonesia yang cukup baik. Setelah itu, aku pergi zuhur sambil menunggu mereka lungguh dulu biar ga capek. Yosh, sudah selesai, mari kita ke parkiran….. “Loh fed, mobil lu mana? katanya bawa mobil, kok kita ke stand GO-CAR?” tanyaku. “Eh iya, mobil guw tadi dipake cici gue, jadi ini kita nge GO-CAR ke rumah gue dulu trus ambil mobilnya.” katanya agak agak gimana gituu. Oke, saatnya pesan GO-CAR. Selang 10 menit, sang abang GO-CAR pun datang, membantu memasukkan barang barang mereka ber-2. “Pak, lewat jalan yang ga macet aja kali ya ke BSD” tukas Fedi. Sang supir pun mengiyakan dan langsung gas, seperti sudah tak tahan lagi dengan kondisi cuaca yang benar benar panas di luar saat itu karena tepat Jam 1 siang dan suhu Jakarta sedang menggila (32 sih, tapi puanase poolll).

Beres Makan, Siap Jalan (source: Personal Snapshot)

Setelah hampir 90 menit perjalanan, kami ber-4 pun tiba di rumah Fedi. Ya, kami pun ngadem sebentar di dalam rumahnya sambil menunggu Fedi memanaskan mobilnya. Setelah mobil siap, kami ber-4 langsung pergi menuju mall terdekat karena ternyata Riki mau beli tas mendaki gunung (lu gile, baru dateng 3 jam udah mau beli yg aneh aneh), dan Kento ingin beli oleh oleh buat pacarnya (ni lagi 1, oleh oleh bukannya beli di akhir perjalanan malah di awal, wkwkwk). Yak, sudah jam 3 sore, saatnya bergegas menuju toko alat olahraga, namun sayangnya harga tasnya sama nggak oke, yaudah cek toko sebelah, dan ternyata 11/12. Huft….

Akhirnya niat membeli tas dibatalkan karena terpikir untuk beli secara online. Lanjut, kami pun pergi menuju lantai dasar tempat supermarket berada, namun saat menuruni eskalator pandangan mereka berdua tertuju pada kedai minuman boba yang tersebar di berbagai area mall. “じゃ~タピルに行こうぜ!(Ja~tapiru ni ikouze!)” yuk kita minum boba, ajaknya. Yaudah lah, karena sudah di mall kepalang tanggung, maka aku dan Fedi pun ikut beli boba. Akhirnya kami singgah di salah satu toko minuman boba yang waktu itu sedang ada promo Go-Pay (maklum mahasiswa pengejar promo hehehe). Wow, akhirnya setelah perjuangan menukarkan kupon, kami pun dapat meminum segelas boba dengan harga Rp 15.000, udah paket kumplit lagi (xixixi). Seusai minum, barulah mereka bertiga pergi ke supermarket sedangkan aku pergi ke musholla dahulu baru menyusul kesana.

Akhirnya, selesai juga , Yuk mari kita susul mereka bertiga! Aku pun menuruni eskalator demi eskalator hingga akhirnya tiba di lantai dasar depan supermarket. Menemukan mereka di kerumunan orang di supermarket sebesar itu? bukan masalah besar kok, karena ciri khas mereka cukup mencolok diantara kerumunan. Ya, siapa sih cowok yang bakal mengikat kemeja flanelnya di pinggang lengkap dengan tas besar dan tas selempang kalau bukan mereka berdua. Riki gak mengikat kemeja flanel sih, cuma karena dia cukup tinggi (se-saya minus dikit) jadi mudah menemukannya, ditambah lagi dengan gaya rambut semi-perm bergradasi kemerahan ala aktor-aktor Jepang, gampang deh pokoknya membedakan mereka dari orang Indonesia.

Aku pun menjumpai mereka di deretan perawatan tubuh dan kosmetik. “Hmm… ngapain nih cowok cowok kesini? emangnya kaga bawa sabun?” gumamku. Rupanya mereka mencari oleh oleh yang diminta pacar Kento (dan Riki pun ikutan kepengen beli) yaitu sebotol “Elips”, ya, minyak rambut dalam kapsul keluaran Kino yang terkenal akan khasiatnya dalam merawat rambut (khasiat berbeda tergantung jenis variannya). Aku pun bergumam kembali, “Kok bisa sih pacarnya tau produk beginian, emang di Jepang ga ada yah ? (sebenarnya aku pun juga belom pernah lihat disana XD)”. Akhirnya Kento memutuskan untuk membeli 2 tabung besar Elips berwarna kuning, sedangkan Riki hanya membeli 1 tabung besar Elips berwarna pink (katanya sih beli 1 dulu, karena gatau pacarnya suka yang mana). Huh, pacar ini pacar itu, sore itu aku dan Fedi merasa agak-agak gimana gitu dengan adegan kebucinan mereka hehehe, maklum kita berdua jomblo dan jomblowati ya XD.

Sepulang belanja, kami diantarkan sampai outlet McD terdekat sebelum akhirnya Fedi meninggalkan kami karena harus menjemput cicinya di stasiun. Fedi pun menunggu di mobil hingga aku mendapatkan Go-Car untuk mengantar ke rumah. Wah, akhirnya dapat juga setelah 5-10 menit menunggu. Daah Fedi, kapan kapan ketemu lagi, ujar kami bertiga. Kami bertiga pun masuk ke dalam mobil Go-Car dan duduk hingga akhirnya sampai di rumah.

Sarapan dulu kuy! (source: Kento’s gallery)

Sesampainya di rumah, orang tuaku menyambut mereka dengan meriah sekali. Selidik punya selidik, aku sebenarnya memberitahu mereka kalau ada 2 orang temanku yang akan datang dari Tsukuba. Wah nggak nyangka kalau orang tuaku akan seniat ini, sampai membelikan martabak segala. Dan akhirnya setelah beberes dan mandi, kami pun makan bersama. Wah, siapa sangka, kegiatan yang sebenarnya hanya berupa rangkaian kejadian yang sehari hari banget bisa berubah drastis hanya karena kedatangan orang baru dalam cerita. Jadi, bagaimanakah kamu akan memaknai hari harimu, yang mungkin saja terkesan biasa, namun sebenarnya menyimpan makna yang luar biasa?

つづく~~>

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑

%d bloggers like this: