_____ Yeay, akhirnya setelah sekian lama aku di Jepang, aku bisa mengunjungi secuprit bagian dari Tokyo. Nah tujuan selanjutnya adalah tempat yang super iconic, yaitu Tokyo Skytree. Apa tuh? Jadi itu adalah menara tertinggi di Tokyo dan masuk salah satu menara tertinggi di dunia dengan ketinggian 634 m. WOW! Karena letaknya tidak terlalu jauh dari Asakusa, aku dan Taiga pun berencana kesana dengan berjalan kaki. Selain biar tahu jalan dan lingkungan sekitar, kami juga hemat uang gitu (maklum, namanya juga mahasiswa wkwkwk). Saat kami berangkat dari Asakusa pada pukul setengah 3 sore, ternyata gerimis pun mulai menderas (tapi nggak sampai hujan juga). “Waduh, berabe juga nih. Neduh dulu yuk di tepi sungai itu” kataku sambil menunjuk tepi sungai yang ada perahu keliling itu. “Oh boleh juga tuh, itu juga tempat foto yang bagus kalo kamu mau soalnya menghadap gedung pup” balasnya. “Hah, gedung pup? maksudnya? itu kantor septic tank Tokyo?” tanyaku. Ia pun menjawab sambil sedikit ngakak, “bukan, itu tuh gedungnya Asahi Beer yang ada emas emas diatasnya itu. Cuma kita orang Jepang juga kadang ada yang manggilnya gedung pup karena bentuknya yang begitu hahaha”. Heee~ ada ya gedung begitu.
_____ Sesampainya di tepi sungai yang bagus itu, ternyata gerimis pun mereda. Rupanya hanya gerimis numpang lewat aja meski langit masih mendung kelabu. Kami sebisa mungkin lewat jalan yang banyak pertokoannya agar bisa menepi dan berteduh jikalau hujan tiba tiba turun. Saat melewati jalan kecil perumahan, kami didatangi 2 orang emak-emak yang sepertinya sedang mempromosikan sesuatu (aku tak tahu dia ngomong apa). Namun di tengah pembicaraan mereka menjelaskan, Taiga langsung menolaknya dan menggandengku pergi meninggalkan emak-emak tersebut. Aku pun bertanya ke Taiga, “Eh kenapa tadi emak-emaknya, dia nawarin apa?”. Ia pun menjawab, “Abaikan aja kalau nemu yang begitu. Itu emak-emak anggota sekte agama gitu. Kadang suka nawarin brosur dan ikut acara ke orang orang, tapi kamu nggak mungkin ikut yang begituan kan! makanya kutarik.” Aku pun merespon sambil bertanya lagi, “He~ ada juga ya yang begituan di Jepang. Trus kamu bilang apa ke emak-emaknya? Kamu nggak ikut yang begituan?”. “Aku bilang aja kamu ini orang asing, ga bisa Bahasa Jepang dan ga kenal begitu begituan. Aku sendiri juga ogah ikut gituan soalnya buang-buang waktu. Trus kadang diajak ke tempat yang aneh-aneh dan upacaranya juga rada gaje gitu” kata Taiga. Aku pun melongo mendengar jawaban Taiga dan setelahnya kami tertawa saja sambil berjalan menuju Tokyo Skytree.
_____ Sesampainya kami di sebuah jembatan di seberang Tokyo Skytree, Taiga mengajakku berhenti dan menunjukkan padaku sesuatu “Nah itu dia Tokyo Skytreenya. Di bawahnya ada pusat perbelanjaan yang namanya Tokyo Solamachi, alias Kota Langit Tokyo. Mau langsung naik ke atas atau keliling dulu di bawah?”. “Keliling dulu aja. Emang dirimu udah pernah naik sampai atas?” tanyaku. “Belum pernah hahaha” jawabnya enteng. Oke, kami pun memasuki Tokyo Solamachi dan menemukan pintu aquarium. Jadi, selain pusat perbelanjaan, di Tokyo Solamachi ini juga terdapat aquarium yang bernama Sumida Aquarium yang antriannya puanjaaang banget dan untuk masuknya kita perlu merogoh kocek sekitar 2300 yen. Masuk? Tentu tidak. Skip saja dan kami pun langsung pergi ke lift menuju menara pencakar langit tersebut. Dari Tokyo Solamachi lantai 3, kami menemukan lift menuju Tokyo Skytree. Namun sayang, untuk masuk kami juga harus menggali kantong lebih dalam lagi sekitar 3000 yen untuk bisa mengunjungi seluruh bagian di puncak menara. Jadi, ada 2 bagian yang terletak di puncak menara Tokyo Skytree, yaitu Tembo Deck (bagian kepala yang lebih luas) dan Tembo Galleria (bagian kepala yang lebih kecil dan terletak paling atas). Karena tidak jadi naik, kami pun memutuskan untuk berjalan jalan saja di dalam Tokyo Solamachi
_____ Tokyo Solamachi terbilang cukup ramai saat kami kesana, tak hanya dengan orang yang ingin berbelanja, tetapi juga banyak turis yang berdatangan. Hal itu tampak dari penampilan para pengunjung, mulai dari yang tampak Asia, Eropa, Latin, Afrika, Arab, India, dan sebagainya serta dari apa yang mereka tuturkan saat berbicara selama di jalan. Kok denger aja sih? Ya gimana nggak denger, wong tiap ngantri aja antriannya mengular naga gitu dan saat berjalan di dalamnya pun macet dengan manusia walaupun tidak semacet saat di Nakamise, Asakusa. Maklum, Tokyo Solamachi mampu menggoda para pengunjung tak hanya aquarium dan Tokyo Skytreenya, tetapi juga isi pusat perbelanjaannya.
“Halah, paling kayak mall biasa. Emang apa sih isinya?”
Orang yang mungkin aja julid
_____ Jadi, toko-toko yang berada di dalam Tokyo Solamachi menjual hal-hal yang unik yang sebagian mungkin hanya terdapat di Jepang. Tak hanya pernak-pernik dan makanan khas Jepang aja, tetapi juga banyak toko-toko bernuansa tokoh kartun, game, dan sebagainya. Tak percaya? di dalam Tokyo Solamachi ini ada toko khusus pokemon, hoshi no kirby (pernah tayang dulu di TV7 tiap jam 3 sore zaman SD), hello kitty, mario bros, doraemon, dan sebagainya. Nggak cuma toko bernuansa kartun anak-anak aja, tetapi disini juga merambah ke anime yang lebih energik dan menantang seperti one piece, naruto, dan tokoh-tokoh Jump Stars lainnya. Beberapa hanya membuka toko pernak-pernik, namun ada juga lho yang membuka cafe atau restorannya dengan tema makanan yang disesuaikan dengan kartun masing-masing. Makanya, tak heran kalau Tokyo Solamachi ini juga dipadati oleh pengunjung yang gemar dengan anime Jepang, atau setidaknya pernah nonton dan main gamenya.
_____ Kami sendiri akhirnya tidak membeli apa-apa karena memang tujuan kami hanya berjalan jalan melepas penat disana sekaligus memuaskan rasa keingintahuan kami terhadap Tokyo Skytree. Tentu masalah dompet mahasiswa juga berpengaruh, tapi yang terpenting adalah karena tas ku sudah penuh dengan barang bawaan. Lho kok penuh padahal niatnya jalan jalan dan bukan ngampus? Karena hari itu aku berencana juga bertemu dengan temanku dari IPB, David, yang sedang exchange sekaligus kuliah dan melakukan hal hal laboratorium di Tokyo University of Agricultural Technology (TUAT) bersama Danny. Karena aku berencana bertemu David di suatu tempat di Tokyo, maka kami mengambil titik yang lebih tengah antara Tsukuba dan TUAT di Fuchū, salah satu kota di bawah wilayah “Kabupaten Tokyo” (di luar 23 kecamatan khusus Kota Tokyo). Ia pun mengajakku bertemu di Stasiun Akihabara karena stasiun itu terletak cukup di tengah-tengah dan aksesnya pun banyak. Aku meminta izin pada Taiga apakah aku boleh kesana untuk memberikan barang barang dari 0 yen market yang ukurannya tidak pas di badanku kepada temanu dan Taiga pun mengiyakan. Ia bilang daerah Akihabara juga merupakan tempat yang harus aku kunjungi di Tokyo kalau ingin melihat sisi modern Tokyo. Oke deh, mari kita cabs kesana~
_____ Saat keluar dari Tokyo Skytree, Taiga memanduku menuju stasiun kereta bawah tanah (metro) yang ada tepat di depannya. Dari stasiun metro Tokyo Skytree, kami menaiki kereta ke Stasiun Kinshichō dan kemudian berganti kereta menjadi kereta atas tanah (JR) menuju Stasiun Akihabara. Tarif yang dipatok saat menaiki kereta bawah tanah ke Stasiun Kinshichō adalah 170 yen sedangkan tarif untuk ke Stasiun Akihabara adalah 170 yen. Total waktu perjalanan berlangsung 20 menit, lumayan cepat lah ya. Saat di kereta, Taiga bertanya, “Temanmu nunggunya di bagian mana?”. Aku menjawab, “Di pintu keluarnya Stasiun Akihabara.” Taiga pun bertanya lagi, “Pintu keluar yang mana? Ada 5 lho dan Stasiun Akihabara itu gede banget!”. Jreng jreng~ Waduh aku tidak tahu pintu keluar mana yang David maksud. Aku pun menge-chat David beberapa kali untuk memastikan pintu keluar mana yang ia maksud.
_____ Sesampainya di Stasiun Akihabara, aku menelpon David untuk mengetahui detail tempat yang ia maksud namun sayang tidak ada jawaban. Kutelpon hingga 5x pun tak ada jawaban baik dengan LINE maupun media lainnya. Aku bertanya pada Taiga tentang dimana biasanya orang akan berkumpul atau bertemu kalau di Stasiun Akihabara. Ia pun menjawab bahwa ke 4 pintu sangat memungkinkan untuk orang berkumpul, namun ia menjelaskan kalau pintu keluar yang lebih enak menurutnya adalah antara pintu Denki Machi (Electric Town) dan pintu Shōwa Dōri karena memiliki area berjalan yang luas dan tidak langsung menghadap jalan besar. Oke, pertama tama aku pergi menuju pintu Denki Machi untuk mencari David, namun ia juga tidak bisa ditemukan dimanapun. Denki Machi adalah pintu keluar stasiun Akihabara yang menghadap ke pertokoan elektronik dan pusat anime serta game. Karena ramai sekali dan David juga tidak terlalu tinggi, jadi pencarian yang memakan waktu hingga hampir setengah jam itu tidak membuahkan hasil.
_____ Karena langit sudah makin gelap dan jam menunjukkan pukul 5 sore, aku meminta izin Taiga untuk sholaat maghrib berikut isya di daerah Akihabara. Namun, karena baru saja gerimis, maka jalan di luar pun basah dan tidak mungkin untuk sholat di tempat yang lebih ramai dari Stasiun Asakusa. Aku pun membua google maps dan menemukan ruang sholat di salah satu deretan pertokoan di pinggir jalan raya. Toko itu adalah toko action figure anime yang cukup besar dan agak sedikit ramai. “ini yakin ada musholla di tempat kayak gini?” pikirku. Aku pun masuk ke dalam toko itu dan menanyakan kepada pegawai toko. Pegawai toko mengatakan bahwa ada ruang sholat di lantai 1 di bawah tanah. Aku dan Taiga pun menuruni eskalator dan mendapati ruang sholat yang sangat sederhana berbetuk area kosong dengan sekat. Aku juga melihat ada pengunjung lain yang sedang sholat (entah orang Indonesia atau Malaysia, terlihat dari perawakannya dan model pakaiannya). Setelah pengunjung tersebut selesai, aku pun segera sholat meskipun kondisinya cukup aneh karena banyak musik jedag-jedug dari lantai dasar. Setelah sholat, aku memeriksa HP dan mendapati bahwa David membalas pesanku. Rupanya, HP nya bermasalah pada bagian baterainya jadi sering bocor dan mati sendiri. Aku pun membalas, “yaudah, sebutin nama pintu keluarnya” dan…… Tidak di read.
_____ Kejadian ini membuatku gusar sekaligus ingin tertawa karena bingung menyikapinya. Aku pun bertanya lagi kepada Taiga kira kira dimanakan yang ada tempat untuk mengisi daya HP dan Taiga pun tidak tahu. Wajar saja, karena stasiun ini cukup memusingkan untuk ditebak arah masuk dan keluarnya. Kami pun kembali lagi ke gate sebelumnya, dan tidak menemukan David di sana. Setelah dari pintu Denki Machi, kami pergi menuju pintu Shōwa Dōri dan tidak pula menemukan David disana. “Huuh, ini anak kemana sih” pikirku. Taiga yang melihatku pusing sendiri mencoba membantu membawakan goodie bag berisi baju-baju, jaket, dan jas tersebut namun aku bilang tidak usah repot repot karena ini berat dan ini masalahku. Setelah itu, kami memasuki Stasiun Akihabara untuk memeriksa apakah ada tempat mengisi daya HP. Kami pun menemukan beberapa tempat seperti itu di dalam stasiun namun tidak menemukan David di sana. Aku pun kembali menelpon David, namun untungnya kali ini diangkat meski hanya sebentar sekali, “Oi vid, dimana lu? jawab nama pintunya aja”. Di waktu yang singkat itu, ia pun menjawab hanya beberap apatah kata, “Atre, bukan AKB”.
_____ “Atre? Apaan tuh?” pikirku. Aku pun bertanya pada Taiga apakah ia mengetahui sesuatu dari AKB dan ia pun menjawab, “Oh, itu sih di pintu Denki Machi berarti”. “Haaaaah.. yang tadi dong…. Duh tu anak!” kataku sambil menggerutu. Kami pun pergi kesana dan akhirnya menemukan David di dekat sebuah toko. Saat bertemu tak sabar rasanya untuk menjitak karena benar-benar lost contact di saat penting begini dan mencarinya pun memakan waktu lama. Ia kemudian mengambil barang-barang yang kubawakan dan mengajak kami makan di sebuah restoran bernama Saizeriya, sebuah restoran Italia untuk keluarga yang murah meriah. Kami pun berjalan menyusuri jalan Chūō Dōri dan menemukan restoran di tengah gemerlapnya toko elektronik, anime, dan game. Aku pun memesan pasta seafood, sedangkan Taiga memesan pizza dan David memesan pasta carbonara. Aku pun bertanya, “Jadi aku ditraktir nih mumpung baru ulang tahun?wkwkwk”. “Oh iya elu ulang tahun ya? Yaudah deh gw traktir ama temenlu juga” kata David. Taiga pun kaget kalau aku baru berulang tahun dan ia malah mengatakan, “Aku juga traktir deh minumannya”. Yeay, lah tapi kok jadi begini traktir traktiran yak
_____ Usai makan, Taiga ingin menunjukkan 1 lagi hal yang bagus dari Tokyo yaitu menara kantor pemerintah gubernur Tokyo. Aku pun bertanya, “loh emang boleh dimasukin orang asing kayak kita?”. Ia pun menjawab, boleh kok, cuma lantai 1 dan 45 nya aja yang boleh. Dari situ bisa melihat pemandangan kota Tokyo secara gratis”. Wiiih, aku pun tak menyia-nyiakan kesempatan ini dan langsung saja mengikuti arahan Taiga. Di perjalanan menuju Stasiun Akihabara, kami menyempatan diri untuk berfoto di depan illumination yang indah itu serta melewati beberapa jalan kecil yang sepertinya bagus untuk dijadikan spot foto. Sesampainya kami di Stasiun Akihabara, kami langsung membeli karcis untuk ke Stasiun Shinjuku, stasiun yang dinobatkan sebagai stasiun tersibuk di dunia yang tentunya nggak kalah besar dari Stasiun Akihabara.
_____ Sesampainya di Stasiun Shinjuku, Taiga mengarahkan kami untuk keluar melalui pintu barat. Dari pintu barat tersebut, kami berjalan di trotoar sekitar hampir 15 menit untuk sampai ke tujuan. Betapa menakjubkannya gedung gedung di Tokyo, selain menjulang tinggi, mereka juga tampak gemerlap di tengah malam musim dingin yang gelap. Kata Taiga, Kecamatan Shinjuku memang terkenal dengan pusat perkantoran, jadi tak heran kalau banyak gedung gedung yang lebih berkilauan dibandingkan Kecamatan Taitō (daerah Asakusa) yang sebelumnya. Sesampainya di gedung pemerintahan Tokyo, Taiga berbicara dengan satpam dan resepsionis yang ada untuk bertanya bagaimana untuk naik ke atas pada malam hari. Pak satpam kemudian mengarahkan kami pada sebuah lift yang disediakan khusus untuk pengunjung yang ingin melihat pemandangan Tokyo dari lantai 45. Wiiih seperti apa ya pemandangannya~

_____ Sesampainya di lantai 45, kami pun keluar dari lift. Betapa takjubnya kami ketika melihat pemandangan ke luar jendela yang berkelap-kelip bagaikan rasi bintang (星座, seiza) yang menghiasi langit malam. Karena dek untuk melihat ini gratis dan dibuka untuk umum, terdapat beberapa pengunjung yang juga terpukau dengan keindahan malam Kota Tokyo. Pemandangan indah ini menetralkan rasa lelahku mencari David kesana kemari sekaligus muramnya hari ini akibat gerimis. Seusai puas melihat lihat, kami kembali ke Stasiun Shinjuku dan David pun berpisah dengan kami untuk kembali ke asramanya di TUAT. Aku dan Taiga melanjutkan perjalanan menuju Stasiun Akihabara dan mengganti kereta ke peron Tsukuba Express. Dari sanalah kami menaiki kereta untuk pulang, dengan Taiga yang turun di Stasiun Kita-Senju untuk naik kereta transit ke Saitama dan aku tetap di kereta hingga Stasiun Tsukuba. Perjalanan hari itu benar benar menyenangkan, andai saja aku bisa mengulangi petualangan seperti itu lagi, tapi minus mencari-cari Davidnya ya hehe.
Terima kasih Taiga sudah memanduku mengelilingi salah satu kota terbesar di dunia, Tokyo.
つづく~~>
Leave a Reply