Fumidasou! 50 – Kota Air

_____ Kali ini aku sedang berada di Kota Air. Bukan, bukan Water 7 (emangnya one piece ^.^”), tapi Mito (水戸市). Secara harfiah, arti dari Mito sendiri adalah pintu air, jadi bisa juga kan disebut sebagai kota air, terlebih kota ini juga memiliki sungai yang super bersih seperti yang sempat kusinggung di postingan sebelumnya. Kota Mito, walaupun tergolong ibukota prefektur, secara ukuran tampaknya tidak terlalu besar, tidak banyak hal menarik, dan bahkan mungkin tidak terlalu terkenal (aku pun juga begitu, baru tahu Mito saat pertama kali datang ke sana di Fumidasou! 19). Namun siapa sangka, berdasarkan google maps, Kota Mito memiliki taman yang sangat besar dengan danau yang ada di tengahnya yang bernama, jadi let’s check it out later!

Sungai Sakura, salah satu sungai yang membelah kota Mito tepat di depan pintu selatan Stasiun Mito (source: personal snapshot)

_____ Aku pergi ke kota ini untuk mengurus izin arubaito di kantor imigrasi (Kanim) yang hanya ada di ibukota prefektur, dalam kasus ini adalah ibukota Prefektur Ibaraki, yaitu Mito. Hanya kurang dari setengah jam, aku sudah selesai semuanya, mulai dari mengisi berkas, mengantri, hingga mendapatkan izin arubaito. Tak disangka, mengurus izin secepat itu dengan gratis ada di dunia ini, padahal sebelum aku terdapat 10 orang yang mengantri terlebih dahulu. Makanya, karena jam masih menunjukkan pukul 09.05, aku lebih baik berjalan-jalan berkeliling kota daripada harus duduk termenung di Stasiun Mito sambil menunggu bis pulang ke Tsukuba. Aku pun keluar dari kantor imigrasi dan berjalan menyusuri jalan di pinggir sungai. Sambil memeriksa google maps, ternyata letak taman yang besar tersebut tidak jauh dari Kanin. Ja~ ikouze!

_____ Taman Senba + Kairakuen adalah taman besar yang berdempetan letaknya dan terletak di jantung Kota Mito yang juga termasuk ke dalam salah satu dari 3 taman kota paling megah di Jepang. Kenapa disebut demikian? karena selain ukurannya yang emang GEDEEE BANGEEET hingga memuat beragam wahana seperti musium, danau, kuil, dan kafe-kafe, taman ini juga ditanami hingga lebih dari 3000 pohon prem (梅, ume). Wiih mantep ya!.Tidak hanya itu, taman ini juga dibuka untuk umum sehingga tidak dipungut biaya untuk masuk. Dari Kanim menuju taman ini, aku hanya tinggal berjalan lurus saja, bisa melalui trotoar jalan biasa maupun jalan tepi sungai. Aku pun memilih untuk berjalan di jalan tepi sungai karena berpikir “kapan lagi bisa jalan di tepi sungai seperti ini dengan nyaman, sungainya sendiri juga nyaman dipandang mata karena bersih dan bening hingga dasarnya bisa terlihat”. Selain itu jika melewati jalan tepi sungai, aku juga tidak menemui hambatan saat berjalan sebagaimana berjalan di trotoar jalan raya yang harus menunggu lampu merah. Aku awalnya sempat berpikir kalau lewat jalan tepi sungai akan menemukan gubuk, tunawisma, ataupun geng penjahat di bawah jembatan, namun rupanya aku salah. Di bawah jembatan benar benar bersih, tidak ada hal semacam itu. Sejauh aku berjalan, yang kutemukan di sepanjang jalan tepi sungai hanyalah orang berjalan dengan hewan peliharaannya, orang yang berlari, unggas, kerikil dan bebatuan, dan rerumputan yang menguning. Sepanjang aku berjalan, aku tidak menemukan sebutir sampah-pun, bahkan puntung rokok. sadis ya bersihnya!

Kolong jembatan antara menuju Stasiun Mito pintu selatan di sebelah kiri (source: personal snapshot)
Lurus: menuju Kanim. Trotoar (kanan) dan jalan tepi sungai (kiri), lengkap dengan tangga sebagai penghubung. Tapi kalau mau loncat sih bisa aja (source: personal snapshot)
Menghadap sebaliknya. Lurus: menuju taman Senba dan Kairakuen. Belok kanan: menuju Stasiun Mito pintu selatan. (source: personal snapshot)

_____ Sungai yang kufoto ini adalah Sungai Sakura, anak sungai dari Sungai Naka yang lebih besar di bagian utara Kota Mito. Desain kota ini dan jalan di bantaran sungainya cukup mirip dengan yang biasa digambarkan dalam anime seperti Doraemon dimana sungai tidak dibeton tegak, namun dibuat mencekung lengkap dengan tanaman, rerumputan, dan bebatuan. Sungainya pun bersih dan jernih tanpa mengeluarkan bau tak sedap sehingga berjalan di tepi sungai pun tidak menjadi masalah. Dengan kondisi yang demikian, mungkin kita bisa barbequan atau piknik di bantaran sungai ini hehe. Fungsi bantaran sungai ini selain menjadi akses pejalan kaki, karena bentuknya yang cekung dan lebar ini juga dapat menjadi sarana penampung air tambahan apabila sungai meluap sehingga risiko banjir pun dapat diminimalisir.

Semoga suatu saat sungai sungai di Indonesia bisa dibuat seperti ini ya, terutama daerah perkotaan agar ga bikin banjir dan nyaman dipandang (cc: Pemerintah Indonesia)

_____ Aku terus berjalan menyusuri jalan di tepi sungai itu, menunduk saat melewati kolong jembatan (biar nggak ketatap), dan sesekali berlari kecil ketika ada orang lain jogging di jalan kecil itu. Udara memang sedang cukup dingin hingga suhu pun tercatat 7 derajat, namun karena Prefektur Ibaraki adalah prefektur yang menghadap Samudera Pasifik, jadi lebih kecil peluang turun saljunya dikarenakan udara menjadi sangat kering saat musim dingin. Sinar matahari pun terpantau cerah, nyaris tidak ada awan di langit. Meski demikian, indeks UV tercatat hanya skala 2-3 sehingga berada di luar ruangan tergolong aman. Selama aku berjalan di jalan kecil ini, aku jadi semakin ingat dengan anime-anime berlatar perkotaan yang menggambarkan kondisi di tepi sungai. Sepertinya memang tepi sungai ini adalah tempat yang pas untuk menghilangkan penat dan kesedihan karena suasananya tenang meski di tengah perkotaan. Gemericik air saat melempar kerikil, berjalan santai tanpa hambatan, serta suara burung yang bertengger di pohon sakura di tepi sungai ( gagaknya banyak banget cuy!) turut meredakan kebosananku sambil menunggu bis untuk pulang. Bisa sih, naik kereta, tapi mahalnya itu lho! dan aku juga emang ingin berjalan jalan aja mumpung lagi libur.

Airnya lumayan jernih lho! Boleh nyemplung gak ya, tuan keiji (petugas kepolisian)? (source: personal snapshot)
Mencoba lebih dekat dengan Sungai Sakura. Menyebrangi jembatan dan belok kanan: Stasiun Mito pintu selatan (source: personal snapshot)
Gedung gedung yang berdiri di seberang sungai (source: personal snapshot)
Berjalan-jalan di bantaran sungai yang luaaaas baaangeeet (source: personal snapshot)

_____ Yossshaa~ aku sudah sampai di tepian sungai yang lebar dan berumput. Seharusnya, tamannya sudah bisa terlihat dari tempat itu kalau berdasarkan peta. Aku pun menaiki tangga ke trotoar dan ya, tamannya sudah terlihat di seberang jalan. Sebelum taman ini, terdapat percabangan sungai sakura dimana satunya mengalir ke danau sedangkan satunya lagi mengalir terus melewati kota. Aku pun kemudian menuruni trotoar dan berjalan menuju sebuah bangunan yang ada di taman yang kelihatannya adalah toilet umum. Di depan toilet, tampak ada banyak orang sedang berkumpul, ada apa ya? Rupanya, itu adalah sekumpulan lansia yang sedang berjalan mengitari trek yang ada di sekelling danau. Jadi, danau in memiliki trek tersendiri dimana trek bagian kiri (yang lebar) adalah trek untuk berjalan sedangkan trek bagian kanan adalah trek untuk berlari dan bersepeda. 1 hal yang bikin heran sekaligus kagum adalah bahwa para lansia ini masih sehat loh, bahkan jalannya aja masih tergolong cepat untuk orang seusianya. “OK! aku nggak boleh kalah nih, aku coba keliling trek ini lalu pergi ke taman lain ah” pikirku.

Pertigaan sungai. Sudah mau sampai taman besarnya nih! (source: personal snapshot)
Danau Senba yang ada di tengah taman (source: personal snapshot)
Jembatan menuju kota dari taman raksasa (source: personal snapshot)

_____ “Jauh juga ya jalannya” pikirku setelah entah berapa lama aku berjalan. Kemudian ada seorang kakek yang menyalipku dari sisi kanan sambil berlari kecil. “Waduh, masa aku kalah ama kakek kakek?” gumamku sambil kaget melihat seorang kakek masih sanggup berlari kecil di tengah udara yang dingin ini sambil mengenakan sehelai kaos. SERIUS! Aku merasa sebal karena kalah semangat dari si kakek. Aku pun tidak boleh menyerah meskipun di badanku melekat sweater heattech uniqlo yg tipis tapi hangat, namun aku juga memakai jaket tebal dari zero yen market plus barang bawaanku di tas yang cukup berat. Yooshh, kek, aku juga lari nih!

Trek berjalan (kiri) dan trek berlari/bersepeda (kanan) yang mengelilingi danau tengah taman (source: personal snapshot)
Menghadap sebaliknya. Terdapat pula saung untuk beristirahat sejenak setelah berlari/berjalan mengelilingi danau (source: personal snapshot)
Menuju Cafe dan perahu bebek (source: personal snapshot)

_____ Setelah sampai separuh lingkaran danau, aku menemukan sebuah kafe dan pusat informasi. Aku pun beristirahat sejenak di depannya dengan memakan camilan yang kubawa, yaitu dango dengan pasta kacang merah. Hmm, enak juga makan dango dingin dingin gini di depan danau. Aku pun melihat google maps untuk mencari masjid terdekat agar aku bisa sholat zuhur, namun masjidnya ternyata jauh sekali dari taman ini. Jam masih menunjukkan pukul 10.00, masih ada 1 jam 30 menit lagi menuju adzan zuhur. Ya sudah, aku berjalan mengitari 1/4 keliling lagi saja agar menuju jalan raya menuju arah masjid. Meskipun jauh, mungkin bisa sampai juga dengan berjalan. Tak lama, aku pun keluar dari taman dan berjalan di trotoar jalan raya. Berjalan, berjalan, dan terus berjalan, rasanya lama juga ya untuk sampai ke tempat tujuan, padahal tertulis di peta tidak jauh. Jam pun sudah menunjukkan pukul 11 siang, setengah jam lagi menuju adzan zuhur, tapi kok rasanya jalan raya ini masih terus saja. 歩こう、歩こう!\

Air mancur raksasa di tengah danau (source: personal snapshot)
Sebatang pohon daunnya (sedang tidak) rimbun (source: personal snapshot)

_____ Setelah berjalan sekitar 4 km ke arah selatan, rasanya aku sudah tak kuat lagi karena kakiku sudah sangat kedinginan (aku nggak punya celana dan sepatu yang bisa menahan angin musim dingin). Aku merasa bahwa sepertinya yang tercantum di google maps adalah kecepatan jalan orang Jepang, dengan pakaian normal dan tanpa membawa beban berat, serta di musim yang lebih hangat. Mengapa demikian, karena jarak 6 km lebih dalam waktu 1 jam dengan beban berat dan angin dingin itu mustahil, setidaknya untukku. Kecepatan jalan kaki manusia normal pada umumnya adalah sekitar 5 km/jam, dan itu dalam kondisi normal. Huft, kesal rasanya karena tidak bisa sholat di Masjid Mito tepat waktu, tapi setidaknya aku sudah melakukan yang terbaik dan membuktikan bahwa selama 3 bulan aku tinggal di Jepang bukanlah kaleng-kaleng, terbukti dari kakiku yang makin kuat berjalan lebih lama dari biasanya (prok prok, self praise dulu). Aku pun akhirnya berhenti di sebuah perempatan dekat Sakasagawa Ryokuchi (逆川緑地), atau mungkin bisa dibaca sebagai dataran hijau Sakasagawa. Karena sudah tiba waktu zuhur, aku pun sholat zuhur di tempat itu saja, berhubung tempatnya sangat sepi dan terdapat saung ala Jepang.

Pohon diberi kalung bernomor. Apakah ada chipnya juga? Buat apakah itu? (source: personal snapshot)

_____ Sesampainya aku di Sakasagawa Ryokuchi, aku mendapati saungnya sedang dalam keadaan lembab (mungkin bekas hujan) sehingga aku menggelar sajadah di rerumputan. Untungnya, tempat ini super duper sepi sehingga aku bsia menggelar sajadah dengan lega tanpa khawatir menghalangi jalan orang. Seusai sholat, aku memakan bekal yang kumasak dari asrama, yaah hitung hitung mengirit lah. Selama aku makan, akhirnya hanya ada 2 orang yang lewat dataran ini, yaitu seorang ibu dengan anaknya yang masih kecil. “Akhirnya aku lihat orang juga di tempat ini, kupikir aku hanya ditemani burung gagak, burung merpati, dan bebek saja disini” gumamku. Sesuai makan, kulihat google maps di HPku yang sedang tertancap pada power bank dan google maps menunjukkan kalau aku bisa berjalan menuju Taman Senba+Kairakuen melalui taman ini juga. Jadi, sepertinya Sakasagawa Ryokuchi ini adalah semacam reservoir dan zona hijau alami kota ini, tampak dari beberapa bagian tanahnya yang sangat basah dan gembur serta relief tempat ini yang berbentuk cekungan dan turun sekitar 3 meter dari jalan raya (perkiraan dari jumlah anak tangga).

Karasu di langit yang biru (source: personal snapshot)

_____ Berdasarkan google maps, aku hanya tinggal mengikuti parit kecil menuju utara, kemudian menyeberang jalan, dan menyambung lagi dengan Sakasagawa Ryokuchi selanjutnya. Oke, jam pun menunjukkan pukul setengah 1 siang, saatnya berangkat agar aku bisa memotret hal hal menarik lainnya di taman Senba+Kairakuen atau bahkan bisa mengunjungi tempat unik lainnya di Mito. Siip deh, karena tenagaku sudah pulih, maka aku akan berjalan lagi kesana bersama burung gagak dan merpati yang berterbangan diatasku dari dahan ke dahan. Iya nggak, karasu? 一緒に行こうか、烏くん?

つづく~~>

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑

%d bloggers like this: