_____ Tanggal 29 November, di penghujung musim gugur yang sudah mulai dingin. Kami, anak anak AIMS (kecuali Mizan, Ezwan, dan Nurin yang entah kenapa pergi ke Tokyo hari itu) berencana untuk liburan musim gugur di Hakone, salah satu kota yang terkenal di Prefektur Kanagawa akan danau dan kawahnya. Tak cuma itu, Hakone juga terkenal dengan event “Hakone Ekiden”, sebuah event marathon tahunan yang diselenggarakan secara nasional, dari Tokyo hingga Hakone dan kembali lagi ke Tokyo. Karena tempatnya cukup terpencil, jadi kami berencana pergi kesana dengan mobil pribadi milik teman teman Jepang, seperti Kento dan Riki. Beberapa hari sebelumnya kami pun mengadakan rapat terkait pelaksanaan tamasya ini di restoran New Mira, restoran halal ala India di Tsukuba. Tidak hanya cowok cowok Jepang saja yang ikut, tetapi cewek ceweknya pun juga ingin ikut bergabung dalam tamasya kali ini, sebut saja Kanako dan Chikaho. Namun, karena Kohei adalah satu satunya dari orang Jepang yang hadir yang tidak bisa menyetir mobil, maka ia berencana mengajak Jo (Johkaji K.) yang bisa menyetir meskipun ia bukan anak AIMS. Selain itu, karena jumlah mobilnya hanya 2 (mobil Jo dan Riki), maka kami juga berencana menyewa mobil di rental mobil terdekat.
“Orang asing sebaiknya jangan nyetir mobil dulu di sini deh kalo belum lama tinggal. Ngeri kenapa-napa dan peraturannya lebih ketat”
_____ Akhirnya hari yang dinanti pun telah tiba. Setiap orang membayar patungan terlebih dahulu sebanyak 3000 yen untuk semua kebutuhannya (rental mobil, bensin, tol, parkir, dll). Kami berencana berkumpul di Ichicom pada pukul setengah 7 pagi dan berangkat tepat jam 7. Beberapa dari kami sudah tiba tepat waktu di Ichicom, namun ada juga beberapa orang yang datang agak terlambat. Karena Kento mengambil mobilnya terlebih dahulu di tempat rental, maka ia pun baru datang hampir pukul 7 pagi. Dan jreng, Sarah serta beberapa orang Filipina tampaknya agak telat untuk datang sebelum jam 7 sehingga kami baru mulai berangkat pukul setengah 8. Tak lupa, kami mendokumentasikan foto masih segar bugar ala pagi hari sebelum kami berangkat.
“Yth orang Jepang. Harap maklum ya kalau jam di negara ASEAN emang berputar (sedikit) lebih lambat hehehe”

_____ Kami pun masuk ke dalam tiap tiap mobil berdasarkan undian. Aku 1 mobil dengan Kento di mobil Kei-car (mobil ber CC rendah) yang sudah disewa Kento, bersama dengan Gaew, Shauna, Camille, Enzo, dan Kohei. Camille duduk di depan, bersama dengan Kento yang menyetir, sementara aku, Gaew, dan Shauna duduk di tengah. Kohei dan Enzo duduk di belakang karena badan mereka paling besar dan paling banyak gerak (dan paling banyak tidur juga selama perjalanan). Perjalanan pun dimulai dengan keluar kota Tsukuba dan menyusuri jalan tol Ibaraki-Tokyo yang menembus Prefektur Saitama. Jalan tol cenderung sepi dan lancar, dengan pemandangan musim gugur yang terbentang di sekelilingnya. Hal yang aku suka adalah jalannya sangat mulus dan melewati gerbang tol pun tidak menjadi masalah karena hanya tinggal lewat saja (pembayaran tol dilakukan dengan scan jarak jauh). Namun, karena teman teman dari mobil yang lain berencana mengisi persediaan bekal, kami pun akhirnya ikut keluar dari tol dan berhenti sejenak di konbini LAWSON yang terletak di kota Satte (幸手), Prefektur Saitama. Setelah membeli persediaan, perjalanan kembali dilanjutkan dengan keluar dari kota Satte menuju jalan tol Ken-Ō.
_____ Di dalam mobil, kami hanya makan, menyayi, bercanda, sekaligus main tebak tebakan. Tapi ya begitu, kedua orang yang duduk di belakang tampaknya kelelahan dan terdur pulas (apa mabok perjalanan jangan jangan?). Kento tampak fokus menyetir meskipun sesekali ia berbicara. Car Navi yang ada di mobil tampaknya memang sangat berjasa dalam mengatur perjalanan ini karena tidak hanya bisa memantau sisi depan-belakang-samping mobil untuk parkir, tetapi juga bisa memantau rute mana yang sedang kena macet dan lancar serta memberitahu kondisi kondisi penting selama perjalanan. Saat kami berkendara di jalan tol Ken-Ō, kami melihat hal yang sepertinya tidak biasa di negara kami (maklum, negara +62, +63, dan +66 nggak ada begituan). Yang pertama adalah tanda speed limit yang bisa berubah sesuai keadaan. Jalan tolnya pun tidak memiliki ruas jalan yang terlalu lebar (kebanyakan hanya 2 lajur, terkadang 3 tapi tidak banyak) dan herannya tidak macet. Selain itu terdapat sound barrier saat jalan tol melewati area perkotaan dan tata jalanan dalam terowongan yang sangat rapi dan bagus. Sepanjang perjalanan, kami melihat persawahan, hutan, kota kecil, sungai, dan pabrik pabrik susu seperti Megmilk Snowbrand di pinggir jalan tol. Oh iya, jalan tol ini sebagian besar melayang ya di atas pillar, jadi tidak tertanam di atas tanah secara langsung.
_____ Setelah hampir 2 jam berkendara, menyusuri jalan tol dari timur ke barat, mulai dari Prefektur Ibaraki, Saitama, dan Tokyo, kami berhenti sejenak di rest area yang berada di Kota Ebina, Prefektur Kanagawa untuk melepas lelah serta mengisi bensin. Harga bensin di Jepang ternyata cukup mahal karena harga per liternya sekitar 170 yen (sekitar 22.000 rupiah) dan itu yang kelas paling bawah. Namun, hal itu terbilang wajar mengingat Jepang merupakan salah satu negara pengimpor minyak terbanyak di dunia serta standar Euro Number pada bensin yang digunakan cukup tinggi (rata rata sudah Euro 4, 5 , bahkan 6) sehingga polutan yang dihasilkan lebih rendah. Ternyata, rest area ini merupakan salah satu rest area dengan pemandangan terbaik karena menghadap kota kecil dengan gunung degan pohon musim gugur. Sayang, saat kita sampai disana, pohonnya sudah mulai berguguran dan menyisakan sedikit yang merah sehingga terkesan B aja. Di rest area ini juga terdapat restoran dan cafe layaknya di Indonesia yang lengap dengan berbagai mesin penjual juga. Oh iya, jalanan di tempat isi bensinnya ajaibnya tidak terlalu bau bensin dan tidak hitam lho, hal yang patut dicontoh di negara kita.
_____ Karena hanya pergi ke toilet sejenak dan tidak ada yang makan, maka rombongan mobil kami pun berangkat sedikit lebih awal dibanding yang lainnya menuju Hakone. Semakin mendekati Hakone, jalanan semakin menanjak, dan mulai dihiasi dengan tanaman maple. Tanjakan pun semakin curam dan jalanan pun menyempit hanya dengan 2 jalur (1-1 lajur) karena sudah keluar dari jalan tol. Semakin ke atas, jalanan semakin berliku, dan tentu saja tidak ada yang bisa tidur dalam kondisi ini. Sembari melihat ke luar jendela, kami merasa agak seram seram gitu meskipun berbalut pemandangan yang indah. Tak lama kemudian, kami tiba di perkotaan di pegunungan Hakone. Disinilah jalanan mulai ramai karena banyak orang berlalu lalang serta mobil yang keluar masuk karena di daerah itu banyak terdapat hotel dan onsen, alias pemandian air panas. Setelah mengikuti jalan lagi dan menanjak dari pusat keramaian tersebut, kami akhirnya sampai di Danau Ashi, salah satu spot utama di Hakone sekaligus titik akhir dari Hakone Ekiden.
_____ Karena rombongan mobil kami tiba paling awal dibandingkan 2 lainnya, maka kami berfoto-foto dahulu sebelum berkumpul dengan yang lain. Terlebih di danau ini ada tempat foto yang bagus, yaitu di depan kapal wisata yang sedang berlabuh (kapalnya aktif digunakan loh ya, bukan pajangan doang). Selain itu karena yang lain juga belum datang, kami makan bekal ringan yang sudah disiapkan seperti roti dan minuman sambil menunggu teman teman lainnya. Kami tiba di lokasi pada pukul 11 siang lewat sedikit, tidak disangka perjalanan tersebut memakan waktu kira kira 4 jam. Kemudian, mobil yang dikendarai Riki pun tiba, disusul dengan mobil yang dikendarai Jo. Mereka pun memarkir mobilnya di parkiran mobil dekat dek kapal dan kemudian bergabung untuk foto foto.
_____ Danau dan lingkungan sekitar yang bersih, membuat kita nyaman untuk berlama lama disana. Ditambah lagi, suhu udara yang sejuk juga menyegarkan kami setelah berlama lama di mobil yang notabene agak panas (hari itu cuaca cerah sekali dan suhu menyentuh 19 derajat sebelum tiba di Hakone). Rombongan yang lain pun tak mau ketinggalan untuk berfoto, seperti Rae, Jan, dan Aien, mahasiswi asal Filipina yang berfoto di pagar parkiran mobil tepi danau yang difoto oleh Chikaho-san. Beruntung sekali, ada orang yang membawa kamera DSLR sehingga aku pun bisa mengirit baterai HP ku yang memang rawan habis. Ia juga memotret beberapa bebek liar yang sedang berenang di Danau Ashi.
_____ Kami pun berencana berfoto dan berkelililng sebentar sebelum ke restoran yang ada di pusat informasi Danau Ashi untuk makan siang. Karena tempat ini merupakan finish line dari marathon Hakone Ekiden, maka aku pun mencari apa yang epik dari tempat ini, hingga akhirnya menemukan patung pelari Hakone Ekiden. Bisa dibayangkan, para atlet berlari sejauh puluhan kilometer secara estafet ber sepuluh, dengan kontur jalanan yang menanjak dan udara dingin (Hakone Ekiden diadakan di musim dingin), brrr, pasti rasanya sangat dingin sekali saat berlari menerjang anginnya. Terakhir, kami pun berfoto bersama di depan Danau Ashi untuk mengabadikan momen ketika kami sampai. Beruntung sekali ada Taisei (teman Riki yang sesama anggota klub Tennis, seperti pada Fumidasou! 26) yang membawa kamera Go Pro beserta tongsisnya.
_____ Setelah puas berfoto, kami menemukan bank yang memiliki ATM berlogo VISA dan Mastercard, yang artinya kartu internasional berlaku juga disini. Ternyata, tak hanya itu, ATM di bank ini juga memiliki berbagai bahasa lho, salah satunya adalah Bahasa Indonesia. Namun, dengan gejala pembatasan yang sama, karena kartu kami rata rata adalah kartu junior/anak muda, maka hanya dibatasi untk menarik tunai sebanyak 30.000 yen. Letak pusat informasinya sebenarnya agak jauh dan tidak ada yang familiar dengan lokasinya karena belum ada yang pernah kesini sebelumnya. maka dari itu, kami pergi kesana dengan mobil agar sampai disana sebelum pukul 12 siang. Setelah menemukan tempatnya, kami pun memarkir mobil dan masuk ke dalam pusat informasinya. Di dalam pusat informasi, terdapat beberapa restoran dan pusat oleh oleh. Karena aku dan Shauna sudah membawa bekal untuk berjaga jaga takut tidak ada makanan halal ataupun yang ramah muslim (kalau Shauna sih karena mengirit hehe), jadi aku tidak masalah nimbrung dimana saja. Namun, karena ada Reen, Sarah, dan Nurul yang tidak bisa makan yang aneh aneh, akhirnya kami semua memutuskan untuk makan di restoran udon yang terletak di lantai dasar, tepat di depan parkiran mobil. Saat memasuki restorannya, kami dihadapkan pada mesin tiket untuk memilih menu makanan, hmm makan apa yah?
Karena lapar, mending kita sudahi dulu postingannya dan makan. Kita lanjutkan setelah makan di postingan selanjutnya oke?
つづく~~>
Leave a Reply