_____ Pernah ngebayangin ada beruang di kampus Tsukuba? Bukan, bukan… ini bukan beruangnya Masha yang lagi kuliah, atau Yogi the Bear yang lagi study tour. Bukan juga siluman manusia-beruang kayak di sinetron. Kali ini, beruangnya adalah temanku, yap, Taisei Kumakura (熊倉泰成). Dari namanya tertera 熊 (Kuma) yang berarti beruang dan 倉 (Kura) yang berarti gudang. Weh… ini orang juragan beruang dong?
Powernya dalam main tennis mungkin IYA!
_____ Jadi, Taisei ini adalah salah satu atlet tennis di Tsukuba yang sering memenangkan kejuaraan tennis, baik lokal maupun nasional. Orangnya cukup terbuka untuk ukuran orang Jepang, dan yang beda lainnya adalah penampilannya yang kayak mas mas. “Kemaren Kohei lu bilang mirip illusionis yang tampil di TV?” yaa, mau gimana lagi, karena emang orangnya aslinya nggak seputih pemeran drama/boyband dan dia juga atlet pula yang notabene sering terpapar sinar matahari. Setidaknya ini bisa mematahkan asumsiku dan banyak orang yang awalnya beranggapan kalo orang Jepang pada putih, mulus, baby face, dsb kayak yang ada di TV karena nyatanya di Kampus Tsukuba (mungkin kampus lain juga), nggak semuanya punya fitur kayak gitu. Dan rupanya orang Jepang pun beragam dari barat ke timur, selatan ke utara seperti Indonesia (mungkin nggak se-beragam Indonesia sih). Bahkan kata dosenku, orang Okinawa (daerah paling selatan) perawakannya udah beda drastis dengan orang yang di Tokyo, apalagi dengan orang Hokkaido.
_____ Oh iya untungnya Taisei bisa berbahasa Inggris dengan baik, jadi setidaknya aku nggak harus sering sering ngomong dalam Bahasa Jepang. Kadang pegel juga kalo di asrama tiap pagi ngomong Bahasa Jepang dengan Ibu Hayashi sambil bersih bersih, atau siang di kampus. Taisei juga pernah mengikuti semacam kegiatan semacam pertukaran pelajar gitu ke Myanmar selama 2 minggu. Dia juga berencana mengikuti camp pelatihan Bahasa Inggris di Filipin dalam waktu dekat, so Bahasa Inggrisnya harusnya udah nggak diraguin lagi buat diajak ngomong dong.
Yang pengen kenalan silakan cari blognya yang banyak beruang wkwk. URL dirahasiakan karena permintaan, cari aja yang banyak beruangnya.
_____ Okeyy.. singkat cerita aku dan Riki (ada lagi nih, temenku orang Jepang yang sama sama anak klub tennis) berencana makan bareng di kosan Taisei. Karena aku masih ada mie dari Indonesia dan aku barusan beli tempe di koperasi masjid, jadi kenapa nggak sekalian memperkenalkan citarasa nusantara ke manusia penghuni negeri sakura #cielah. Awalnya aku ingin mengajak yang lain seperti Mizan dan Enzo, tapi mereka sedang sibuk gitu. Kalo ngajak cewek ke kosan cowok rasanya gimana gitu, jadi kami memutuskan berdua aja kesana. Aku dan Riki kemudian berencana berangkat ke kosan Taisei setelah Isya. Tak lupa aku membawa kecap dan sambal yang telah kubeli sebelumnya. Kami berencana ketemuan di Lawson jalan raya sakura, di dekat Kasumi supermarket luar kampus.

_____ Kami pun kemudian berbelok ke kiri dari arah jalan raya sakura. Belok, belok, dan belok, menyusuri gelapnya jalan Tsukuba yang memang tidak diterangi lampu jalan (lampu jalan dipasang jauh jauhan, mungkin 3-4x jarak tiap tiang lampu di Indonesia). Tak lama dari belok belok itu (karena Riki juga gak terlalu inget rutenya hehe), akhirnya kami sampai juga di kosan Taisei. Kosannya kalau tampak luar bener-bener compact seperti kebanyakan kosan (Apa-to) lainnya. Kami pun menaiki tangga ke lantai 2 dan mengetuk pintunya. Taisei~ main yuk!! Nggak laah, nggak gitu gitu banget. Taisei pun segera membukakan pintu, wiwww.. Kami berdua akhirnya terbebas dari kedinginan malam musim gugur ini yang suhunya sudah 12 derajat. 寒っ~
_____ Saat masuk dari pintu, langsung tampak dapur mini (kitchenette) di sebelah kirinya dan lorong kecil menuju kamar mandi, toilet, dan ruang cuci di sebelah kanan. Kami pun kemudian berjalan 5 langkah lurus dan tada~ sampai di ruang tamu berisi koutatsu (meja penghangat), mesin stem raket tennis, balkon, dan beberapa barang barang lainnya. Lah trus ini anak tidur dimana? Tenang, ternyata desainer bangunannya canggih juga, ada lantai mezzanine (loft) di ruang tamunya, alias lantai setengah keatas. Ada tangga yang bisa ditarik menuju lantai setengah itu dan tada~ tampak kasur lipat (futon) dan lemari baju nya. KOK KEREN BANGET KOSANNYA SIH. Eh tapi demi menjaga privasi orang Jepang, gambar kosannya disamarkan dan lokasinya dirahasiakan.
Pengen tinggal di tempat kayak gini aja daripada asrama, tapi harga sewanya 50.000 yen sebulan belum termasuk listrik, gas, air bersih, dan pembuangan air.
_____ Kami pun mengeluarkan harta karun yang kami bawa. Aku membawa mie khas Indonesia, tempe (buatan Jepang, tapi pemilik produksinya orang Indonesia kok), kecap, sambel, dan bon cabe level max (15). Riki membawa minuman-minuman (soda, air putih, teh, dan jus buah). Taisei sendiri sudah menyediakan mie samyang 2x pedas yang Korea punya (Lu pengen kita mati kepedesan apa oi~~~wkwkkw). Oke, saatnya masak masak deh! いざ、夕食を作ろう!


_____ #Play Aroma-Indosiar SFX… Pertama tama, kita potong-potong dulu tempenya, seukuran dengan yang biasa dimakan di Indonesia. Setelah dipotong, kita panaskan minyak kanola ke dalam wajan hingga panas. Karena di Jepang sulit ditemukan minyak sawit atau minyak kelapa dan yang banyak adalah minyak kanola, maka pakai aja yang ada. Setelah minyak panas, cemplungin dah tempenya. Siapkan mangkuk dan tissue untuk mewadahinya. Ulala~tempe goreng minyak kanola ala Akmal, Riki, dan Taisei 😛

_____ Setelah membuat tempenya, kemudian kita buat mie nya. Nggak usah didongengin lah ya, kita semua sudah sama-sama tahu sendiri cara membuat mie instan apapun merk mie nya, terutama mahasiswa yang sudah jadi penggemar garis keras mie (beberapa ada yang bilang mie udah seperti aliran). Lupa? tinggal baca kemasannya ajah! Nah, mari kita bikin mie nya sekarang juga!


_____ Eits…. nggak cuma mie putih diatas, tapi juga mie pedas samyang 2x yang Taisei beli. Karena samyang di Jepang udah bersertifikasi halal (tidak seperti kebanyakan mie Jepang lainnya), maka enteng-enteng aja makannya nih. Yang nggak enteng adalah, pedesnya itu lho~ dari aroma bumbunya aja udah jleb panas pedes gitu di mata. Mie jadi, tempe jadi, minuman siap, saatnya MUKBANG! Gak cuma itu, si Taisei juga ngide pake challenge segala, yaitu ditaburin bon cabe di mie samyang dan tempenya. “Challenge gundulmu, besok mencret iya kali wkwkkw”, pikirku.

_____ Sumpitan pertama, mie samyang dulu. Karena mereka berdua belom pernah makan samyang sebelumnya yang varian ini (katanya pernahnya yang keju doang), jadi mereka kupersilahkan mencicip mie nya dulu. Riki pun menyeruput mie nya dengan sumpit dan 辛い~~~~~ KARAIIIIIIIII (Pedeessssss). Huh hah huh hah tampak dari mulutnya yang kepedesan, ditambah lagi dengan kondisi mie yang masih anget-angetnya. Ia pun langsung minum teh hijau sugar-free berteguk-teguk hingga habis segelas. Mukanya pun memerah seketika, namun masih agak pengen-pengen nyomot lagi gitu. Riki pun kemudian nyomot tempenya, dan dicelupkan ke kecap manis. Tentu saja lumayan banget buat meredam rasa pedas di lidah. Ia pun bilang kalo “tempe ternyata enak ya! Apalagi dicocol kecap. “


_____ Kemudian Taisei pun ikutan nyeruput mie nya dengan sumpit. Hasilnya: gak jauh beda dengan Riki, 2 sumpitan and batter’s out. Ia pun langsung minum tehnya sambil nyomot tempe yang sudah dikecapin. Mereka berdua makan tempenya dan nyocol kecapnya banyak juga ya ternyata, sampai udah mau abis aja. Tapi kata mereka berdua tempe itu enak banget, mirip natto bahannya tapi rasa dan teksturnya beda banget. Sama sama dari kedelai yang difermentasi, cuma natto lengketnya bukan main, rasa dan aromanya juga ngga semua orang suka, termasuk orang Jepang juga. “Masa sih…. trus aku kalian sebut apa yang makan natto tiap pagi?” tanyaku…
_____ 1 sumpitan, 2 sumpitan, dan ahhhh ダメだ、メチャ辛っ! Pedes banget katanya, setelah takut-takut-berani nyeruput mie nya lagi. Karena mereka udah nggak kuat setelah 2-3 sumpitan, alhasil aku yang mesti ngabisin mie nya segitu banyak, hidiiii….Aku kemudian makan mie nya dan nyeruput sebagian kuahnya. Pedess banget wagelaseehh, tapi masih bisa ditahan tahan sepertinya oleh lidahku. Mie pun habis beserta sebagian kuahnya, hingga mereka bertanya terheran-heran. “Kok kuat sih ngabisin mie nya sendirian?” tanya Taisei. “Orang Indonesia biasa makan sambel dan cabe, jadi kuat kuat aja ini mah meskipun nahan pedes juga. Tapi masih banyak kok orang Indonesia yang lebih kuat lagi makan pedes dari aku”, jawabku. Riki kemudian bertanya, “Makanan Malaysia pedes gini juga gak mal? ngeri nih ntar kalo gw exchange kesana malah pedes semua. Mencret tiap hari lagi ntar gw”. Aku pun membalas,” Malaysia? mungkin mirip-mirip Indonesia makanannya cuma gak sepedes Indonesia kali ya. Yang pedes lagi tuh Thailand”. Errghhhh, muka Riki pun agak was-was gimana gitu setelah kujawab pertanyaannya.
_____ Akhirnya kita pun menghabiskan tempe dengan celupan kecap manis yang banyak, komplit dengan teh hijau dingin yang mungkin bisa meredam rasa pedas, sambil diiringi ngobrol ngobrol asik, dan nonton channel Genki di youtube. Plus, kita juga ngobrolin pertandingan tennis Taisei. Ya, Taisei memiliki banyak piagam lomba tennis yang terpajang di pigura kosannya. Bahkan, ada alat stem raket tennis yang terletak di ruang tamunya, tepat di pojok ruangan. Maniak tennis banget anak ini dah pokoknya~. Pukul 21.30 pun tiba. Kami membereskan alat masak dan alat makan, mencucinya, serta bersih bersih ruangan. Setelahnya, kami berpamitan dan pulang.
“Selalu tanyakan level pedasnya menurut standar siapa, orang mana, dan seberapa banyak makannya saat ingin makan apapun”
つづく~~>
Leave a Reply