_____ Minggu terakhir bulan Oktober, yeaayy. Aku dan Pak Yuli berencana pergi ke gunung Tsukuba dengan menggunakan sepeda. Tetapi Pak Yuli inginnya agak ramean, setidaknya nambah orang biar gak cuma berdua. Akhirnya aku mengajak Izhar, mahasiswa S2 di Library and Information Science, Tsukuba, yang sama sama “anak baru” di Tsukuba. Aku pun nge-chat Izhar dan ia pun menyanggupi untuk sepedaan bareng di hari Minggu, 28 Oktober 2018. Oh iya, aku memanggil Izhar nggak pake kak soalnya dia yang minta, biar ga kerasa jarak umurnya hahaha, padahal bedanya 3 tahun dengannya.
_____ Pak Yuli mengatakan bahwa kami akan cuss dari asrama 34, tempat beliau tinggal. Aku pun disarankan bawa bekal kesana karena nggak tau apakah ada tempat makan yang halal, murah, dan enak disana. Makanya aku pagi-pagi bangun dan menyiapkan sarapan serta bekal makan siang. Kami pun tanpa berlama-lama langsung berangkat, tak lupa juga membawa alat pompa mini buat jaga-jaga kalau ban sepedanya kempes. Motif jaga-jaga ini penting lho, soalnya kami nggak tau apakah di perjalanan ada tukang “tambal ban” atau tukang servis sepeda. Belum lagi, harga yang dipatok di Jepang untuk membetulkan ban yang kempes saja bisa melambung, 1000 yen (130.000 rupiah) pun sampai.
_____ Jadi, berdasarkan mbah gugel, rute yang harus ditempuh adalah sekitar 1,5 – 2 jam untuk sampai ke rin rin road. Oh iya, Rin rin road adalah jalur sepeda khusus yang disediakan pemerintah setempat yang membentang sekitar 40 km melewati 4 kota, yaitu (aku tak tahu), Sakuragawa, Tsukuba, dan berakhir di Tsuchiura. Di jalan sepeda sepanjang itu, terdapat beberapa rest area (RA) di sisi jalurnya, yaitu RA Kecamatan Iwase (Sakuragawa), RA Kecamatan Amabiki (Sakuragawa), RA Kecamatan Makabe (Sakuragawa), RA Kota Tsukuba, RA Kecamatan Fujisawa (Tsukuba), RA Mushikake (Tsuchiura), dan RA Kota Tsuchiura. Jalan sepeda ini dulunya adalah bekas rel kereta api, namun karena jarang dipakai akhirnya ditutup dan diubah menjadi jalur sepeda.
Salut deh pokoknya, biar mendorong orang agar bersepeda/berlari di jalan bebas kendaraan bermotor ini.

_____ Oke, pertama tama kami jemput dulu Izharnya di Kasuga. Kosan Izhar di wilayah Kasuga karena paling dekat dengan letak kampusnya dia, yaitu wilayah kampus per-IT an. Sesampainya di Kasuga, kami langsung bertemu Izhar yang sudah bersiap siap di depan asramanya dan tampak sedang memakan roti. Nah, langsung deh kami cuss lurus…. Eitss, tapi setelah sekitar 10 menit menggowes, kok rasanya kami semakin menjauhi gunung?? AAAHHHH… ternyata kami menggowes ke arah yang salah, yaitu malah ke arah taman Doho, arah yang sangat berkebalikan. Akhirnya kami menggowes balik, melewati perkampungan, dan sepertinya mengarah ke jalan yang benar. Yak, benar! Gunung Tsukubanya tampak lebih dekat.
_____ Gunung Tsukuba ini sebenarnya tidak terlalu tinggi, hanya sekitar 800 mdpl. Tapi kata teman-teman gunungnya bagus untuk dikunjungi saat musim gugur. Gunung kembar ini, yaitu Nantai (puncak pria) dan Nyotai (puncak wanita) merupakan tempat bersemayamnya dewa kembar kata masyarakat setempat. Salah satu puncaknya dijadikan tempat rekreasi, perhotelan, dan wisata, sedangkan puncak 1 nya lagi dijadikan tempat penelitian dan observasi cuaca. Wihh… menarik bukan untuk dikunjungi.
_____ Kami terus menggowes, mengandalkan peta yang ditunjukkan oleh hapeku, karena HP Pak Yuli dan Izhar sinyalnya lemah. Namun, hapeku memiliki masalah lain, yaitu baterainya yang hobi ngedrop, apalagi di cuaca yang mulai mendingin ini. Maklum, udah 4 tahun usianya, sudah nggak kuat diajak berlama lama di udara sedingin 18’C. Di perkampungan itu, kami hanya mengandalkan tampilan peta dan insting belok kiri-kanan. Terkadang nyasar ke jalan buntu, terkadang malah masuk ke jalanan rumah orang, bahkan sempat digonggongi anjing. Waduhh… kudu piye iki~
_____ Akhirnya kami sampai di sebuah reservoir kecil, dimana jalanan tinggal lurus dan menurun. Tak jauh setelahnya kami menemui berpetak-petak sawah yang menghampar, tepat menghadap gunung Tsukuba. “Wahh akhirnya jalan kami bener juga pak!”, seruku. “Istirahat dulu ta mal? mumpung sepi jalannya?”, jawab Pak Yuli. “Boleh pak, minum sama nyomot bentar aja sih aku. Izhar gmn?” tanyaku. “Sabeb lah”, jawabnya. Akhirnya kami bersantai sebentar di jalan tengah sawah ini. Pemandangannya cukup menyegarkan, bagai berada di dinding pembatas musim gugur. Hal ini tampak dari sawahnya yang sudah dipanen, lengkap dengan sisi belakangnya yang sedang tumbuh dan menanti panen terakhir sebelum musim dingin tiba.


_____ Setelahnya, kami pun hanya lurus dan melewati jalan raya. Kami harus menyeberang di perempatan yang kecil namun ramai. Tak hanya itu, kami pun harus mengikuti jalan di tepian jembatan yang penuh dengan truk dan bis. Ya, jalanan yang 4 lajur, 2 arah, dan dipenuhi oleh kendaraan bermotor ukuran besar, diatas jembatan. Seru bukan! Setelah menyebrangi jembatan, kami pun menuruni lereng yang kiri kanannya terdapat pabrik tua yang sudah dimakan tanaman. Tidak hanya pabriknya saja yang tua, jalanannya pun begitu bagiku, karena jalanannya sudah berlubang, berbatu, serta bertanah layaknya jalanan desa. Mulai disinilah tantangan selanjutnya dimulai. Di jalan yang kecil dan sepi ini cukup mengerikan karena hanya 1 arah dan 1 ruas. 1 mobil sempat mengklaksonku ketika kami hampir bertabrakan. Untungnya Pak Yuli sempat teriak memperingatkan dan aku sempat membanting stir untuk belok ke bahu jalan.
_____ Setelah melewati persawahan tersebut, kami sampai di jalan khusus sepeda Rin-Rin Road yang bercat merah (tidak semua jalannya ber cat merah, biasanya yang dekat dengan perempatan saja). Tampak di sebelah kanan kiri jalan berhias pohon sakura yang mengering, melayukan daunnya untuk menghadapi musim gugur. “Kalo musim semi bagus nih mal kayaknya, pink gitu. Kalo musim panas subur hijau”, kata Pak Yuli. “Oh iya ta pak? yah sayangnya aku gak yakin masih disini sampe sakura mekar” jawabku sedih. “Emang balik kapan ta mal? taun depan kan?” tanyanya lagi. “Suratnya sih sampe 31 Maret pak, tapi aku juga mesti ngurus sidang skripsian”. Oalaaa… sedih amat anak ini yah kawan-kawan. Akhirnya, setelah sekitar 30 menit menelusuri rin-rin road kami tiba di rest area rin-rin road Tsukuba.

_____ Setelah pulang dari gunung Tsukuba, kami menelusuri balik rin-rin road dan menggunakan rute yang berbeda dari rute berangkat. Kami terus saja mengikuti jalan tak bermotor itu, sesekali kami bertemu orang tua yang sedang berjalan, ataupun sekelompok orang dewasa yang sedang touring bersepeda. Hari semakin sore, dan semakin cerah saja cuacanya. Hingga akhirnya perjalanan kami terhenti di sebuah bangunan rumput besar. Wahh apa ini?
_____ Ternyata ini adalah reruntuhan kastil Oda (小田城跡 – Oda Jōseki). Kastil yang dibangun berabad-abad silam yang kini hancur telah diubah jadi semacam taman. Dengan sisa sisa bangunan yang belum hancur, pemerintah setempat mencoba merekonstruksinya menjadi sebuah taman berumput ala Jepang. Kami pun mencoba mengintip masuk dan wah, tertata banget. Bagus dan unik sih nggak, karena tidak ada bentuk kastilnya sama sekali, tapi tamannya sendiri enak buat dipakai bersantai, piknik, maupun berswafoto. Atau… foto seperti dibawah hehehe,
_____ Setelah melewati reruntuhan kastil Oda, kami melewati jalanan menanjak dan menurun yang curam, terutama di arah perbatasan Tsukuba-Tsuchiura. Idiih, jalannya sungguh menyebalkan, karena sepeda aku bukanlah sepeda MTB atau sport lainnya, melainkan hanya sepeda tua yang digunakan untuk berbelanja. Agak PR sih mengayuhnya, eh tapi aku bisa menyusul Izhar lho. Kami berdua menunggu Pak Yuli di puncak tanjakan setiap ada tanjakan. Setelah melewati tanjakan dan turunan tersebut, sampailah kami ke jalanan membelah sawah lagi, namun yang ini lebih ekstrim. Jalanan yang ini dipenuhi dedaunan, tanah, dan sisa hasil panen. Makin amburadul aja ini jalan deh~~
_____ Tak lama, sampailah pada titik terang, yaitu plank kota TSUKUBA. Artinya, kami tak jauh lagi seharusnya mungkin (lebay yakk) akan sampai di kampus. Dan benar, akhirnya hampir jam 4 kami sampai juga di Kampus. Sungguh petualangan yang seru, menguras tenaga, dan pastinya memperbesar betis ahhaha. Ketika aku pulang pun bertemu dengan Mizan yang baru keluar dari kamar. Tampaknya ia ingin memakai sepedaku suatu waktu untuk ke gunung Tsukuba juga hehehe, selamat memperbesar betis Mizan!
LALU BAGIAN GUNUNG TSUKUBA-NYA MANA?
Bagian Gunung Tsukubanya akan dilanjutkan di post selanjutnya, jadi, stay tuned!
“Di dalam badan yang sehat terdapat jiwa yang kuat. Di atas sepeda yang berkarat terdapat kaki yang melarat”
つづく~~>
Leave a Reply