_____ Hari itu, Rabu, aku hanya memiliki 1 kelas saja, yaitu Topics of Social Sciences, mirip dengan pelajaran sosiologi umum saat TPB gitu. Pelajaran berlangsung dari pukul 08.40 – 09.55 pagi, dan kemudian kosong total. Namun, hari itu terasa padat sekali karena setelahnya aku harus cek kesehatan di daigaku kaikan (anggap aja GWW nya Tsukuba), mengurus berkas kependudukan di kantor walikota, dan malamnya ada pertemuan makan malam dengan Nomura-sensei. “Wah, habis dinner tepar nih kayaknya gw”, pikirku. Oh iya, untungnya TES KESEHATAN INI TIDAK DIPUNGUT BIAYA APAPUN, ALIAS DISUBSIDI PENUH OLEH KAMPUS, hehehe.
_____ Sehari sebelumnya, aku mengambil dokumen untuk cek kesehatan serta kit uji nya, yaitu tabung uji feses dan uji urin. Euuhhh, pagi hari sebelum uji kesehatan aku harus “mengotak-atik” kotoran, dan hari itu memang ada uji massal untuk mahasiswa asing (mahasiswa Jepangnya gatau kapan). Untungnya jumlah toilet di asrama memadai, sehingga tidak antri berkepanjangan layaknya antri beras. Seusai mengotak atik, aku memasukkan kedua kit itu kedalam pouch yang disediakan dan diberi label. Nantinya, kit itu akan diuji lab oleh yang berwenang, makanya aku agak” gimana gitu membawanya di dalam tas saat ada kelas. Belum lagi, hari Rabu setelah kelas tersebut memang jadwalku untuk mandi di gym (biasanya mandi tiap hari senin-rabu-jumat-minggu).
_____ Seusai mandi, aku langsung bergegas menuju daigaku kaikan (balairungnya Tsukuba) untuk cek kesehatan. Pengujinya adalah dokter dan mahasiswa kedokteran dari Kampus Tsukuba dan Rumah Sakit Tsukuba. Dan benar lho.. antriannya bukan main mengularnya, aku mungkin urutan ke 50-an, dan masih banyak yang dibelakangku, padahal booth uji nya cuma 3. Dari tangga sampai ruang cek kesehatan fisik (untuk uji berat badan dan tinggi badan). Aku diukur tingginya menggunakan meteran elektrik dan diukur beratnya dengan timbangan digital yang keduanya sudah terintegrasi dengan komputer dokternya sehingga hasil pengukurannya tercetak dalam bentuk struk. Alatnya sebenarnya sama dengan yang digunakan di rumah sakit di Indonesia, cuma beda masalah konektivitasnya aja (tapi keren sih, biar gak dimanipulasi) Setelah mengukur fisik, aku disuruh untuk periksa mata di ruangan lain. Sama aja, aku juga harus mengantri untuk diujinya dan aku dapat giliran yang ke sekiaaaannn…… Tapi untungnya booth periksa mata sedikit lebih banyak, yaitu 5 booth.
_____ Setelah periksa mata, aku diharuskan keluar daigaku kaikan dan pergi ke mobil uji sinar X. Heran juga kenapa hasil uji matanya memiliki satuan yang tidak biasa, bukan minus, plus, dan silinder yang lazim digunakan di Indonesia. Lalu aku mesti memutari dan menuruni tangga, lalu keluar lewat pintu yang entah kemana arahnya. Saat tiba di mobil uji, aku disuruh melepas pakaian dan zing.… selesai. Komputernya mengirimkan data ke ruang uji selanjutnya, yaitu ruang penyerahan urin dan feses. Kali ini antirannya lebih WOW~, lebih sadis lagi karena booth nya cuma 2. Untungnya aku dapat di urutan belasan sehingga nggak sesadis lagu Afgan wkwk. Aku hanya diberitahu bahwa uji sinar x nya PASS serta uji feses dan urin menunjukkan hasil yang baik.


_____ Terakhir, aku memasuki ruangan yang agak besar, semacam aula untuk ditanyai yang macam-macam. Aku bertemu Umid dan Sarah (mahasiswi AIMS dari Malaysia) disana, yang juga mengantri di belakangku. Kali ini antriannya pun panjang bukan main, 2 booth dan mahasiswanya bukan mengular lagi, sudah “me-naga” bahkan. Aku berusaha mengabari sensei untuk tunggu sebentar lagi, dan yahhh.. Telat 10 menit dari waktu yang dijanjikan, yaitu pukul 15.00. Aku meminta maaf pada sensei dan kami langsung menuju kantor walikota. Sensei bilang sih gak apa apa soalnya beliau sudah gak ada jadwal mengajar lagi hari ini, tapi tetap saja aku merasa tidak enak dengan sensei. Aku pun kemudian menyerahkan lembar pendaftaran SKS ke sensei untuk meminta cap nya.

_____ Sesampainya di kantor walikota, aku diminta untuk mengisi beberapa formulir terkait biodataku dan tujuanku datang. Petugas di kantor walikota pun ternyata beraga, tidak hanya orang Jepang saja, setidaknya untuk petugas yang melayaniku. Makanya aku bisa dengan mudah mengerti apa yang dimaksud karena petugasnya fasih berbahasa Inggris. Tak hanya aku yang sedang mengurus, tapi juga ada mahasiswa AIMS dari Filipina, tepatnya UP Diliman (Enzo, Aien, Shauna, dan Rae). Kami pun mengisi berkasnya dengan seksama, karena akan repot kalo sampai salah mengisi. Setelah selesai mengisi berkas, kami menyerahkan berkasnya beserta kartu mahasiswa yang baru kami terima dari sensei dan kartu residence. Setelah 15 menit menunggu, satu persatu dari kami dipanggil untuk mengambil kartu residence dan kartu mahasiswanya. Kartu residence kami diberi tulisan alamat di bagian belakangnya, penanda bahwa sudah sah menjadi warga sementara di Tsukuba. Kolom dibawahnya bisa diisi kemudian jika pindah alamat. Kolom spesial paling bawah diisi untuk work permit dan izin khusus lainnya.

Waaawww.. Cepat dan mudah sekali birokrasi ini…. No pelicin, no ribet, no lama.
_____ Seusai mengurus administrasi, kami kembali ke halte ichinoya dengan mobil sensei. Kami tiba di halte pada pukul 16.30 dan ADUUUHHH GAWAATT, sepedanya aku parkir di daigaku kaikan. Alhasil, aku harus berlari kesana untuk mengambil sepedanya sebelum ditilep. Meskipun sudah kukunci dan Jepang relatf aman dari pencurian, tetap saja aku was-was karena dinnernya dimulai jam 19.00 sedangkan aku kan juga harus beres-beres, memakai baju yang sopan, dsb. Alhamdulillah, sepedaku masih utuh, terparkir sendirian. Kemudian aku mengayuh balik ke asrama untuk bersiap siap. Tidak disangka, ternyata sudah hampir pukul 17.30. wadidaww~

_____ Sesampainya aku di asrama, aku mengganti pakaian dan membereskan kamar. Rencananya aku akan berangkat nggak lama setelah maghriban, biar gak telat. Setelah berberes ria, aku menggowes sepeda menuju bangunan G. Iya, hanya G, aku pun kaget karena biasanya nama bangunan diawali dengan angka. Setelah berputar-putar mencarinya, akhirnya ketemu juga, dan gak jauh dari bangunan 1K. Aku pun masuk dan menuju lift, karena ruang pertemuannya terletak di lantai 4. Aku menunggu di depan ruangannya, cengo, terdiam, bosan, karena aku datang pertama. Sensei kemudian menghampiriku dan bertanya, “teman temannya kemana mal? belum pada datang?”. “Belum sensei, mungkin ada yang habis kuliah sesi 6 atau ada keperluan lainnya sensei.”, jawabku. Sensei pun menyuruhku masuk dan menunggu di dalam, sementara beliau mengurus sesuatu di ruangannya, di ruangan lain. Duuhh, bikin ngiler 1 ruangan sendirian dengan makanan sebanyak ini :P.

_____ Pukul 7 lewat, satu persatu dari mereka pun datang. Wah, akhirnya ketemu juga dengan wajah-wajah yang belum semuanya aku kenal. Nahh ini dia, Aku dan Fedi dari Indonesia, Sarah dan Azfa “Reen” dari Malaysia, Mizan-Ezwan-Nurin-Nurul “Irene” dari Brunei, Gaew dan Nana dari Thailand, Enzo-Shauna-Rae-Bosh-Aien-Camille dari Filipin. Nah, ada yang bisa tebak siapa yang mana? Petunjuknya adalah, pria yang ditengah dan duduk adalah Nomura-sensei 😀

ーーーー
*UPDATE: September 23, 2019
_____ Pada tanggal 20 dan 21 Spetember 2019, Nomura-sensei beserta beberapa sensei Tsukuba datang ke Indonesia untuk keperluan sosialisasi dan reuni. Aku dan teman teman alumni AIMS, beserta kak Arga, Raka, dan kak Rafa diajak untuk membantu kegiatan. Kami mengunjungi Universitas Binus Alam Sutera, Universitas Indonesia, dan SMAK Santa Ursula Jakarta. Malamnya, aku dan teman-teman alumni Tsukuba ditraktir makan malam bersama para sensei. Keesokan harinya tanggal 21, kami mengunjungi Puspiptek Tangerang untuk reuni dengan para Alumni Indonesia yang melanjutkan S2 dan S3 nya di Tsukuba, yang kini bekerja di LIPI. Wahhh… ternyata banyak sekali ya sampai ada kolom networking khususnya di web Tsukuba International Alumni Network.


つづく~~>
Leave a Reply