Fumidasou! 16 – Takuya

Rasanya aku pernah menyebutkan nama ini di postinganku sebelum-sebelumnya, ya! Takuya. Jadi, ada apa sih dengan si “Takuya” ini?

_____ Dari hari sebelum keberangkatan hingga hari kedatanganku di Jepang, tentunya aku banyak men-chat Pak Supri dan juga Nomura-sensei biar gak salah jalan, apalagi sampai nyasar. Nah, salah satu orang yang juga rutin kuchat saat itu adalah Takuya. Kenapa ceritanya aku bisa menchat dia? Karena saat itu ada Niam. Hah? terus hubungannya? . Niam adalah adek kelasku yang waktu semester lalu exchange ke Universiti Malaysia Sabah (UMS) dan disanalah ia bertemu, bahkan seasrama dengan Takuya dan Taiga yang notabene anak Tsukuba. Sebelum aku berangkat, Niam menitipkan pesanannya yaitu 2 bungkus kado berisi baju batik gitu untuk Takuya dan Taiga.

_____ Saat awal semester, 3 Oktober 2019, aku berencana bertemu Takuya untuk menyerahkan kadonya. Karena katanya dia masih di kampungnya sebelum itu, jadi kadonya pun aku diamkan saja di rak dalam kamar. Rencananya, setelah maghriban aku ketemu Takuya di Matsuya (松屋), salah satu restoran franchise gyūdon yang terdekat dengan kampus. Sebagai gambarannya, Matsuya ini mirip-mirip dengan Yoshinoya atau Sukiya di Indonesia, semacam rice bowl gitu. Nah menurut Bang Zaid dan Irfan yang tahun lalu di Tsukuba, mereka sering makan di Matsuya soalnya murah, enak, deket. Aku iya aja deh nggak apa apa makan di Matsuya, habis gatau lagi ketemu dimana. Emang segimana murahnya sih?

_____ Setelah maghriban, aku baru deh berangkat kesana. Selama jalan kaki ke matsuya, aku terus menyalakan paket dataku biar gak nyasar, apalagi jalanan Tsukuba kalau malam gelapnya bukan main, masih mending Dramaga. Selama itu juga, aku terus berkontak dengan Takuya, apakah dia udah disana duluan? Sebel sih karena harus menggunakan paket internet telkomsel untuk pertama kalinya setelah keluar asrama (oooh tidak 5 GB ku yang seharga Rp 300.000 roaming Asia-Australia….). Untungnya sinyalnya sangat lancar di Tsukuba, dan telkomselnya menjelma menjadi provider lokal (NTT Docomo atau Softbank, tergantung dapetnya yg mana).

_____ Sampai… kitazo~ Ternyata berjalan menyusuri gelapnya jalan memakan waktu 30 menit, lebih lambat dibandingkan saat siang yang hanya sekitar 20 menit. Takuya ternyata belum dateng juga hehehe…. dan ia pun baru datang 5 menit kemudian. Karena jam sudah menunjukkan pukul 18.30, kami pun masuk ke dalam. Saat masuk, kami dihadapkan pada mesin pemesan dan pencetak tiket. Apa tuh?? Jadi di mesin ini, pelanggan akan menekan layar dan memilih menu pesanannya, beserta ukurannya, dan perintilan lainnya (side dish, additional drinks, dll). Karena bingung makan apa, akhirnya pesan kare saja yang polos tanpa daging sedangkan dia memesan set meal. Kemudian kami membayarkan sejumlah uang ke mesinnya dan mengambil kembaliannya serta kupon pesanannya. Saat masuk ke dalam ruangan restoran, kami menyerahkan kuponnya ke mas-mas penjualnya dan duduk di sembarang meja.

_____ Tak sampai 5 menit kemudia, pesanan datang. Pesanan diantarkan ke meja oleh pelayannya. Aku pun heran, karena untuk toko seukuran McD atau KFC ini hanya diurus oleh 3 orang pelayan, 2 di dapur sedangkan 1 bagian menata piring dan mengantar. Untuk minumannya, selain yang tercantum di menu, seperti air mineral dan teh dapat diambil di dispenser secara GRATIS, BOLEH REFILL BERKALI KALI SAMPE KEMBUNG. Jiwa mahasiswaku bergetar dong, langsung aja ambil teh hijaunya menggunakan gelas yang tersedia disamping dispensernya. Takuya pun gitu juga kok hahaha.

nyam-20-e1570337102321.jpg
Kare + nasi + telur + kimchi + sup miso + minum air/ocha sepuasnya = 500 yen (source: personal snapshot)

Rumah makan di Jepang konon kabarnya agak irit dengan tenaga kerja. Atau mungkin itu cara untuk mengefektifkan jumlah pegawai??

_____ Sebelum makan, aku menyerahkan kadonya ke Takuya. “Oooh, makasih mal. Apa nih isinya?” Tanyanya. “Wah gatau gw lur, ntar aja bukanya biar penasaran dulu” Jawabku. Kami juga ngobrolin tentang kuliah di Tsukuba yang “Full-day”, Niam, Bang Zaid dan Irfan, sampai “Kamu kok bisa tahan mal jalan kesini cuma pake selembar kaos? Kan dingin banget diluar sampe 18 derajat, emangnya di Indonesia ada musim gugur juga?”. Akupun menjawab, “Hah emang dingin ya? Kayaknya adem-adem bae. Indonesia sih sama-sama aja kayak Malaysia, wong sebelahan banget”. Okeyy,, saatnya “Itadakimasu!”

_____ “Oh iya, gimana kalo kita foto buat nunjukin ke Niam?” Tanyaku ngajak selpiii. OKE! ” Eh iya bilangin dia juga mal, kalo rambutku sekarang gondrong banget nih, pasti dia juga kaget liatnya.” CKRIK! Selesai foto, kita merapikan meja tempat kita makan, ditata diatas tray dan dikembalikan ke pelayannya. “Gochisousamadeshita!” Oh iya kedua ucapan tersebut merupakan hal yang lumrah kalau di Jepang. Dan Manner yang penting untuk diperhatikan kalau makan di Jepang adalah JANGAN MENANCAPKAN SUMPIT KE NASI dan BERBAGI MAKANAN MELALUI SUMPIT KE SUMPIT.

Habis makan
Muka kenyang habis makan? (source: personal snapshot)

Katanya dengan agak-agak gimana gitu. Hilihh dasar mahasiswa Jepang tingkat akhir wkwkkw, ternyata sama aja kayak di Indonesia yang biasanya digondrongin.

_____ Setelah keluar dari matsuya, ia bertanya padaku ingin kemana setelah ini. Aku menjawab terserah aja, karena aku sendiri belom mengelilingi tsukuba terlalu banyak. Seketika, dia langsung berkata, “Yaudah kuyy gw ajak keliling naik motor, tapi lewat jalan sepi aja soalnya ga ada helm lebih dan di Jepang ga boleh goncengan kalo naek motor”. “Haaaah seriusan? Gw gapapa nih naik motor? Ga lucu nih soalnya kalo masuk berita mahasiswa Indonesa tertangkap karena ga pake helm di Jepang, goncengan lagi.” Tanyaku. “Seleww, gw tau jalan yang aman. Apa kita ke Kasumi aja ya trus ngobrol ngobrol di kontrakan gw?” Wah berhubung aku belum pernah kesana, hanya baru dengar dari anak PPI waktu itu, jadi aku iya aja. Alhasil aku naik ke motornya dia yang ternyata semacam motor harley gitu. kukira motor bebek atau matic pak~~

Motor Takuya
Motor Takuya di parkiran (source: personal snapshot)

_____ Yak, dan akhirnya kita goncengan, melewati jalan yang gelap (padahal banyak toko dan rame) ke arah Tsuchiura-Ushiku. Sepanjang jalan, terdapat banyak restoran dan pertokoan seperti matsunoya (restoran tonkatsu), sukiya (gyūdon juga), 7-11, restoran unagi, dll. Aku pun bertanya ke Takuya mengenai perbedaan antara ketiga restoran gyūdon itu. Katanya sih harga dan seleranya aja, Matsuya paling murah, Sukiya katanya paling enak (berasa dan berbumbu), Yoshinoya cenderung enak tekstur dagingnya. Wahh, kebalikan ya sama di Indonesia Sukiya dan Yoshinoya nya menurutku. Tapi sepertinya di Indonesia Sukiya lebih murah dari Yoshinoya, iya gak sih?

_____ Kemudian kita berbelok ke kanan, lewat jalan kampus dalam di wilayah selatan, terutama zona olahraga. Sepanjang jalan, aku melihat banyak mahasiswa yang sedang berlari di trotoar (mungkin tim sepakbolanya), ada yang lagi latihan pitching (tim kasti) dan ada juga yang lagi sprint di gor nya. Aku bertanya ke Takuya tentang mengapa banyak yang lagi olahraga disaat dia sendiri bilang cuacanya dingin. “Oooh, itu sih buat persiapan festival olahraga Tsukuba ntar”… Oooo… Takuya sendiri adalah kapten sepakbola di Tsukuba, waaw. Nooh ciwi-ciwi yang berminat silakan, kapten sepakbola, motor harley, “bad boy”, jomblo dari lahir pula wkwkwk!

Kasumi 20
Kasumi dalam Kampus Tsukuba (source: personal snapshot)

_____ Singkat cerita, akhirnya kita tiba di Kasumi dalam Kampus Tsukuba. Aku sendiri nggak nyangka ternyata kita sampai tujuan dengan aman-aman aja, gak ketangkep satpam atau polisi, padahal boncengan, gak pakai helm, dan sempat melawan arus saat belokan 7-11. Kemudian kami masuk ke dalam Kasumi kampus. Oh iya, supermarket Kasumi ini adalah cabang supermarket yang terkenal di Jepang, anak usahanya AEON Group. Karena hypermarket nya diberi nama AEON, maka level menengahnya diberi nama Kasumi. Dan kali ini, aku ditraktir Takuya berbelanja di Kasumi, yeaayyy. Aku pun terserah mau dibeliin apa aja, lebih oke lagi kalo makanan khas Jepang. Tadaaa!

natto-dan-tahu-20.jpg
Nattō dan tahu (source: personal snapshot)

_____ Kata Takuya, karena dia lagi ngirit makanya cuma beliin natto dan tahu yang bener bener khas Jepang (iii ini mah udah makasih banget). Nattō adalah makanan fermentasi kedelai khas Jepang yang teksturnya lengket dan sedikit berlendir, berbeda dengan tempe yang padat dan agak kering. Sedangkan tahunya sih kata Takuya untuk yang versi ini yang bener bener lembut. Di Jepang, ada 3 versi tahu yang biasa dijual di supermarket, yaitu tahu yang kasar (hampir mirip tahu yang dijual di Indonesia), tahu bertekstur sedang (yang biasa kita sebut tofu, atau tahu sutra), dan tahu bertekstur lembut (ini kayaknya ga terbit di Indonesia). Oooh gitu ya Tak, ntar deh aku cobain di kamar.

_____ Seusai belanja, aku disuruh tunggu di tempat duduk diluar mesin kasir dan dia yang bayar. Setelah dia membayarnya, dia pergi ke sebuah mesin dispenser lalu mengambil gelas dan memencet tombol… currrr…. “Hah, emang boleh ini diambil?” tanyaku. “Boleh kok, tuh liat aja tulisannya!” balasnya. Aku pun heran ternyata ada yah, mesin dispenser untuk air, ōcha, dan hōjicha yang boleh diambil gratis oleh pelanggannya. Aku pun mengambil yang hōjicha sedangkan Takuya mengambil yang ōcha. Oooh ini toh rasanya, baru tau akuhh. Oh iya, saat menunggu tadi, aku melihat bahwa Kasumi Tsukuba ini menjual produk halal, waah gak sabar untuk beli kesini kapan kapan. Apa yaa yang dijual halal disini??

Dispenser 20
Mesin dispenser air dan teh untuk pelanggan. Omochikaeri wa goenryōkudasai – Dipersilahkan untuk yang ingin bawa pulang (source: personal snapshot)

_____ Kemudian kami pergi ke kontrakannya yang terletak di Amani, Amakubo 2 chome. Kontrakannya diisi oleh 6 orang dan katanya sih 1 orang urunan sekitar 40-50 ribu yen per bulan (5-6 jutaan rupiah lah). Kontrakannya lumayan gede, lengkap dengan ruang kōtatsu (ruangan santai dengan meja berselimut penghangat), ruang belajar (buat yang pengen belajar gila gilaan), 3 kamar mandi, dan 6 kamar. Untuk kontrakan yang fasilitasnya lumayan itungannya itu murah loh ya, karena kalo ngekos jatohnya biaya personalnya segitu-segitu juga katanya. Kami pun mengobrolkan banyak hal, mulai dari sejarah, perkotaan, politik, ekonomi, olahraga, ampe perkampusan, biasa lah anak cowok obrolannya paling seputar itu doang (paling sama game, tapi ternyata si Takuya nggak suka main game sayangnya).

_____ Aku kaget pas dia sampe minta maaf nunduk-nunduk gitu pas nyeritain sejarah jaman Jepang menjajah Indonesia, “Yaelah pak itu udah 73 tahun lalu lamanya, masi dibahas aja wkwk”. Trus dia cerita kalo taun depan bakal ganti kekaisaran yang namanya belom diketahui, dan Jepang akan membuka pintu masuknya lebih besar lagi untuk orang asing belajar dan bekerja gitu. Karena penduduk Jepang yang udah menua dan jumlahnya kian berkurang “Lho, bagus dong. Jadi nanti aku makin gampang buat nyari orang Indonesia kalo ke belahan provinsi lain di Jepang!”, kataku. “Nah justru itu masalahnya, belum semua orang Jepang bisa nerima kehadiran itu”. Katanya. Aku pun menjawab,” Yaa nggak mungkin ada yang instan kan! Cup men aja butuh waktu buat diseduh padahal tulisannya instan, apalagi nerima orang asing di sekitar kita.”

_____ Kemudian dia cerita gimana dia selama di Malaysia, cerita mengenai Yokohama ada apaan aja meskipun dia gak tau apakah bisa ngajak jalan-jalan kesana karena dia sibuk dengan proposal penelitiannya, sampai cerita dia lagi ngirit puooll buat penelitiannya nanti. Terakhir, dia kepo gitu gimana ceritanya orang muslim bisa hidup di Jepang yang notabene mayoritasnya agnostik, dan kurang terekspos dengan Islam. Dia pun mengajakku untuk membuat database makanan halal di sekitaran Tsukuba, baik dari restoran maupun produknya.

T: Oh iya, gw penasaran deh gimana ceritanya mahasiswa Muslim hidup di Tsukuba, atau Jepang deh. Secara, tempat makan halal aja belum tentu selalu ada di tiap kota, sama juga kayak produk halalnya. Trus sholatnya gimana biasanya?

A: Biasanya sih orang” nyari space kosong yang sepi aja, entah itu kelas kosong, pojokan lorong, atau taman sekalian kalo nggak dingin.

T: Lah trus makannya gimana? Perasaan kantin halal cuma 2 di kampus, sama restoran cina yang kita datengin dan sebelahnya, Ali’s Kebab.

A: Yaaa… masak di rumah mau ga mau dan jarang-jarangin jajan di luar. Paling kalo beli makanan pokok yang halal kek daging, belinya di warung masjid. Kalo beli bahan lainnya di supermarket sambil liat komposisinya.

T: Nah itu dia, komposisinya. Aku penasaran aja, mereka gimana nentuin nya bakal beli yang ini itu..

A: Yaaa,, ada informasi yang dikasi tau turun-temurun sih dari anak Tsukuba yang udah lulus, atau yang jago Bahasa Jepangnya. Di kalangan orang Indonesia sendiri ada PPI sama FKMIT yang kalo ngumpul kadang ngomongin produk-produk itu. Soalnya gak semua mahasiswa asing disini bisa Bahasa Jepang juga ye kan, gw contohnya!

T: Elu mah lumayan woi!! Hmm, gw kepikiran aja sih bikin kayak semacam database makanan halal gitu di Tsukuba, mulai dari restoran, sampe makanan yang dijual di toko. Tapi masalahnya, pada percaya gak ya ntar ama database yang gw buat?

A: Gw sih percaya aja, wong yang investigasi kan orang Jepangnya sendiri. Malah kayaknya kalo elu yang bikin lebih bisa dipercaya dibanding gw yang bikin (tanyaku dengan nada heran)..

T: Hmmm, yaudah deh ntar gw pikirin lagi. Pegennya sih ntar nanya-nanya gitu ke restoran deket deket sini, trus nelponin call centernya produk. E tapi lu bantuin yak!

A: Boleh dah, biar gw kalo makan makin yaqueen.

_____ Okeh… obrolan kami akhirnya berputar putar di seputar proyek yang ingin dia gagas. Teng, jam menunjukkan pukul 10.00 malam, dan aku harus balik ke asrama, bukan karena ada Jamal (Jam malam) tapi karena dinginnya minta ampun. Aku pun pamit dan berpapasan dengan temannya yang baru balik dari kampus saat membuka pintu. Dia pun berinisiatif mengantarku sampai Kasumi… Lumayaan. Akhirnya aku berjalan kaki dari Kasumi ke Ichinoya yang sekitar 30 menit lebih melewati kampus dalam.

“Orang ini rada ‘ndablek’, tapi super duper baik loh sebenernya soalnya sering jadi relawan bencana”

つづく~~>

*UPDATE 7 JANUARI 2019

_____ Akhirnya proyek halalnya berhasil berjalan bersama 5 orang teman lainnya, walaupun sepertinya akan kandas karena dia harus pergi ke Filipin untuk penelitian. Setidaknya aku memiliki beberapa daftar produk yang InsyaAllah aman untuk dikonsumsi oleh muslim yang bisa dibagi informasinya ke teman-teman FKMIT. Dan sayangnya dengan bera hati, dari hasil investigasi kami menu jukkan bahwa Matsuya nggak bisa dimakan lagi karena tidak menggunakan peralatan makan terpisah antara menu yang mengandung babi dan yang tidak. Selain itu, penembelihan daging sapinya juga belum jelas apakah menggunakan syariat Islam atau tidak. Maaf matsuya, aku ngga bisa kesana lagi dalam kondisi normal. Pada akhirnya kita sama sekali nggak pergi ke Yokohama karena dianya kelewat sibuk, anyway Thanks Takuya!

Takuya tidur 30
6 Januari 2019. Takuya, semalam sebelum keberangkatannya ke Filipina (source: personal snapshot)

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

Create a website or blog at WordPress.com

Up ↑

%d bloggers like this: