Yeay… Selamat Hari Batik Nasional, 2 Oktober 2018!!! (walaupun yang benarnya 1 Oktober)

_____ Telat lu mal, pake kalender siapa sih wkwk, gapapa masih ada aura hari batiknya walaupun telat 2 hari. Jadi singkat cerita, di grup PPI Ibaraki diposting ajakan foto bersama menyambut hari batik di ishi no hiroba. Nah berhubung aku sedang tidak ada kelas, maka aku sih dateng aja sekaligus kenalan dengan yang lain. Apalagi saat itu adalah pukul 12 siang, yang merupakan jam-jam istirahat mahasiswa. Tak perlu berlama-lama, tak perlu banyak drama (meskipun agak drama dikit sih karena udh mepet bel banget baru kumpul dan beberapa kelasnya lumayan jauh), akhirnya beberapa anggota PPI Ibaraki cabang Tsukuba yang sempat berkumpul di de ishi no hiroba. Untungnya cuacanya sangat cerah, sehingga hasil fotonya bagus.
_____ Setelah foto-foto, aku beli roti di bakery gedung 3A dan kembali ke asrama. Saat tiba di asrama, aku pun makan sambil iseng-iseng ngecek hape, maklum, Pak Supri biasanya cepet update foto. Eh bener, notifikasi facebook-ku langsung cting. Waahhh apa tuuu, siap update status nih aku hehehe (meng-4l@y dikit). Rupanya, notifikasi tersebut bukanlah dari Pak Supri yang mengupload foto, melainkan dari sebuah chat. Ya, chat dari Nikol, seorang mahasiswi asal Rusia yang belajar di Tsukuba, yang hendak menjual sepedanya padaku.
_____ “Wiih cantik juga lho orangnya” pikirku dalam hati. Katanya, si Nikol bisa diajak ketemu segera di asrama 35. Okeyy, langsung sikat, siap beli sepedanya. Saat tiba di asrama 35, aku pun nego nego tipis shayy dengan mbak Nikol ini, dan akhirnya deal di 5000 yen. Kesepakatan tersebut terjadi karena kondisi sepedanya yang masih sangat kuat dan bagus, namun sayang beribu sayang, tidak ada STNK ataupn surat kampusnya, hanya tertempel plat nomor dan IC Tag kampus yang sudah mulai pudar. Agak ngeri sih, tapi NIkol meyakinkan bahwa semuanya aman-aman saja selama dia pakai karena dia bilang dia pun membeli bekas dari FJB Tsukuba. Dan… Tadaa… Kunci sepeda pun sudah berpindah tangan kepadaku, saatnya berpetualang, yeaayy!!

_____ Aku pun ingin coba berkeliling kota. Ah iya! mengapa tak coba daerah “pasir datar” alias Hirasuna, dan aku sepertinya pengen beli sesuatu di toko 100 yen di Tsukuba Center, Watts, karena kemarin sempat melihat lihat dan ada yang menarik. Aku mengayuh sepeda melewati perpustakaan, jembatan sentral-selatan, daigaku kaikan, gym sentral, dan kasumi, hingga akhirnya tiba di komplek Hirasuna. Komplek ini merupakan komplek yang terdekat dengan amakubo, pusatnya pujasera, supermarket kasumi, dan cukup aksesibel dengan bis kota. Tempatnya juga tidak se “berpasir” yang kukira sesuai namanya, tapi memang agak “deserted” gitu sih mengingat sebagian asramanya terbengkalai, kumuh, ataupun berantakan.

_____ Aku pun pergi menuju hiracom, community centernya hirasuna yang bahkan tidak disangka ternyata lebih rapi dibandingkan ichicom. Aku bisa sholat zuhur di hiracom lantai 2 nya, karena terdapat lounge yang sepi dan bersih, mengingat tidak adanya mushola di kampus ini (eh tapi kata Nadia ada sih di Global Village, but we’ll gonna check dat later). Setelah selesai, aku berkeliling lagi melihat daerah hirasuna. Rupanya memang beda auranya dari ichinoya, karena di ichinoya terasa lebih “ndeso” akibat dikelilingi sawah, hutan, dan rawa, beda dengan hirasuna yang dikelilingi pertokoan, rumah warga, dan arboretum mini.


_____ Lokasi hirasuna yang strategis memang menguntungkan, namun karena tidak adanya satpam dan pagar pembatas, rasanya komplek ini rawan akan tindak kriminal dan vandalisme. Bagaimana tidak, tempatnya cukup mudah diakses oleh siapa saja, ditambah lagi dengan banyaknya bangunan yang terbengkalai. Rasanya malah lebih menyeramkan dibandingkan ichinoya yang memang sudah suram terbalut pepohonan yang menjulang (meskipun sebenernya ichinoya juga gak ada satpam, tapi entah kenapa lebih aman aja ngelilatnya). Agak kontras dengan area Global Village di dekatnya yang memang elit, lengkap dengan kantor penjaga yang tepat di depannya dan tidak ada akses lain selain lewat jalan utama. Untungnya hirasuna dihuni oleh orang lokalnya, alias orang Jepangnya sendiri yang memang udah tau medan.
_____ Eh, tapi bukan berarti tinggal di hirasuna adalah hal yang buruk. Karena kita hidup di dunia yang abu abu, tidak ada yang mutlak buruk dan mutlak baik. Asrama ini ternyata menyajikan beberapa keindahan berupa deretan pepohonan yang kayaknya bakal instagramable banget kalo udah memerah dan berguguran. Selain itu, akses yang dekat dengan banyak tempat makan, supermarket, pusat kota, dan harga sewa yang murah pastinya menjanjikan juga bagi mahasiswa, terutama mereka yang bosen dengan lingkungan “ndeso”.


_____ Cukup dengan Hirasuna, aku pergi ke Tsukuba Center melewati trotoar jalan raya biasa. Sesampainya di Tsukuba Center, aku parkir tepat di depan QT, di tempat parkiran sepeda elektronik yang sudah tersedia. Cara memarkirnya pun mudah, tinggal dorong saja sepedanya hingga roda depannya masuk ke pedestal dan klek, pengunci sementara akan aktif. Apabila sepeda tidak dikeluarkan dalam waktu 1 menit, maka sistem akan menganggap sepeda telah diam dan siap dikunci dalam waktu lama. Tarif parkirnya adalah 100 yen per 3 jam. Setelah pengunci aktual aktif, maka sepeda dapat ditinggalkan.
_____ Aku kemudian masuk ke dalam pusat perbelanjaannya. Suasananya mirip Ram***na, karena tokonya kecil kecil, dengan foodcourt yang tidak terlalu besar, serta desain yang tidak terlalu mewah, namun cukup bersih dan rapi. Toko watts ada di ujung dari pintu masuk, aku pun mulai mencari barang-barang untuk kebutuhanku, seperti bel sepeda, alat tulis, dan pengharum ruangan. Semua barang serba 100 yen, dengan ppn 8% saat membayar di kasir. Oleh karena itu, 3 barang yang aku beli harganya menjadi 324 yen. Hai, sanbyaku nijūyon ni narimashita!Setelah berbelanja, aku langsung keluar. Yaiyalah ngapain belanja lama lama, emangnya arisan dulu wkwkwk.

_____ Dōshite…? Piye iki cara ngeluarin sepedanya? Aku jadi norak gitu, sampe akhirnya nemu layar komputer pembuka kuncinya, tak jauh dari sepedaku. Aku pun memasukkan kode pembuka kuncinya dan memasukkan uang 100 yen karena hanya kurang dari 1 jam. (katanya beberapa tempat ada yang gratis lho kalo dibawah 1 jam T…T hiks hiks). Voila, ctek, kunci sepedapun terbuka, ditandai dengan bunyi cetekan dan lampu nomor parkir menjadi hijau. Aku segera mengeluarkan sepedaku, was was takut kalo nanti kuncinya nyala lagi dan aku bayar lagi hihihi. Aku pun segera pulang sebelum kesorean. Jadi, begitulah ceritaku dengan sepeda pertamaku, gadis cantik dari russia, dan pengalaman parkir berdrama.

“Hidup bagai mengayuh sepeda. Agar berjalan, harus terus mengayuh, tak peduli jalannya rusak atau mulus. Jika berhenti mengayuh, maka……………………………………………………………….. akan diteriakin orang yang ada di belakang karena ngalangin jalan”
つづく~~>
Leave a Reply